Jakarta, DKPP – Ada
beberapa daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak, dimungkinkan terjadi
calon tunggal. Kondisi tersebut berdampak pada penundaan pelaksanaan Pilkada.
Bila kondisi tersebut, dinilai akan menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) Prof Jimly Asshiddiqie menjelaskan, semangat dari undang-undang
Pilkada adalah meminimalisir orang-orang yang berburu jabatan. Akibatnya,
persyaratan diperketat. “Sayangnya pembuat undang-undang tidak mengantisipasi
bakal terjadinya calon tunggal. Undang-undang mensyaratkan minimal dua pasangan
calon,†katanya saat menerima audiensi sejumlah komisioner Komnas HAM di Ruang
Rapat Pleno DKPP, Gedung Bawaslu lantai 5, Jalan MH Thamrin No. 14.
Calon tunggal menjadi salah satu topik
pembahasan pertemuan tersebut. Pasalnya, dengan penundaan pelaksanaan Pilkada
dikhawatirkan menghilangkan kesempatan kepada warga negara untuk memilih dan
dipilih. Menurut salah seorang perwakilan dari Komnas HAM, selain persoalan
tentang hak untuk dipilih maupun memilih, perkara lain seperti kedua,
memastikan hak-hak bagi para disabilitas. Ketiga, soal potensi konflik.
Keempat, mengantisipasi penggunaan SARA dalam kampanye. Kelima, daerah-daerah
yang memiliki keunikan khusus.
Ada tiga solusi yang sebetulnya bisa
dilakukan untuk mengatasi calon tunggal. Pertama, meski terjadi calon tunggal,
pemilihan kepala daerah di daerah tersebut mesti tetap dilaksanakan.
Mekanismenya, dalam surat suara pemilihan dicantum kata “ya†atau
kata “tidakâ€. “Ya†berarti setuju calon tersebut atau “tidak†setuju dengan
calon tersebut. “Mirip seperti referendum tapi bukan referendum. Tetap
pemilihan,†katanya.
Kedua, melonggarkan syarat electoral
threshold untuk calon kepala daerah dari partai politik. Syarat
minimal 10 persen dan syarat maksimal 40 persen. Syarat maksimal diberlakukan
untuk mengantisipasi penumpukan dukungan partai politik terhadap calon tertentu.
“Memberikan kesempatan kepada calon lain, †ujar mantan ketua MK itu.
Terakhir adalah meringankan syarat
dukungan untuk calon perseorangan. Para fungsionaris partai politik tidak
perlu khawatir dengan keberadaan calon dari jalur independen. “Jumlah pemenang
dari calon perseorangan dalam pilkada terjadi hanya 4 daerah di Indonesia.
Jumlah tersebut tidak mencapai satu persen,†katanya. [Teten Jamaludin]