Jakarta, DKPP –
Peraturan DKPP tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum
telah resmi disahkan. Sebelumnya, pedoman beracara kode etik mengacu pada Peraturan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum sebagaimana diubah
dengan Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 1 Tahun 2017
tentang Perubahan atas Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman
Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum. Kini, Peraturan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman
Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum dengan nomor Berita Negara 1404
tertanggal 9 Oktober 2017.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Ida Budhiati
menjelaskan, DKPP diberikan atribusi wewenang oleh undang-undang untuk
menyusun peraturan yang mengatur kode etik penyelenggara Pemilu dan menyusun tata
cara pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik. Sehingga DKPP harus memedomani
undang-undang yang mengatur tentang tata cara pembentukan peraturan
perundang-undangan.
“Nah dalam undang-undang diatur, setiap produk hukum dalam
bentuk peraturan yang diterbitkan oleh penyelenggara negara/lembaga negara yang
diberikan atribusi wewenang yaitu harus dimintakan pengundangan kepada
Kementerian Hukum dan HAM. Tujuannya supaya diketahui oleh khalayak
dan setelah diumumkan oleh Kemenkum dan HAM, maka mengikat kepada setiap orang
yang terkait dengan pedoman beracara,†beber dia.
Ida juga menerangkan, terkait dengan Peraturan DKPP tentang Pedoman
Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum yang telah resmi disahkan, ada
beberapa perbedaan mengenai isi dari peraturan beracara DKPP sebelumnya dengan
sekarang. Peraturan ini disesuaikan dengan politik hukum Pemilu yang tertuang
dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pembentuk Undang-Undang
mempunyai tujuan mulia, yaitu melakukan penataan dalam pelaksanaan tugas DKPP
dalam memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
Peraturan lama, ruang lingkup dan tugas wewenang DKPP memeriksa dugaan
pelanggaran kode etik dari tingkat pusat hingga tingkat TPS, KPPS. Kemudian
untuk mempermudah tugas pelaksanaan, DKPP membuat inovasi membentuk Tim
Pemeriksa Daerah.
“Nah, memperhatikan pengalaman DKPP dalam melaksanakan tugas lima tahun
lalu kemudian pembentuk Undang-Undang menata ulang pelaksanaan tugas
DKPP. DKPP melaksanakan pemeriksaan dan memutus dugaan pelanggaran kode
etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten yang permanen. Kemudian yang ad hoc, diperiksa oleh
atasan langsungnya yaitu KPU Kabupaten/Kota atau Bawaslu Kabupaten/Kota,â€
jelasnya.
Selain itu, pembentuk Undang-Undang juga memberikan kewenangan kepada DKPP
untuk membuat sebuah diskresi apakah perlu dibentuk Tim Pemeriksa Daerah.
Kemudian DKPP menempuh kebijakan, masih memandang perlu membentuk Tim Pemeriksa
Daerah. “Membentuk TPD, mengapa? karena proyeksi bagaimana potensi permasalahan
di Pemilu 2018 dan Pemilu 2019, di mana kalau kita melihat tahapan Pemilu
itu, kan dilaksanakan beririsan dan simultan. Di situlah ada
potensi. Meskipun DKPP tidak berharap banyak pengaduan yang masuk, tetapi
sebagai langkah antisipatif itu perlu dilakukan,†jelas mantan anggota KPU RI
itu.
Kemudian, terkait dengan TPD. Pada peraturan lama, kewenangan TPD memeriksa
dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di
tingkat kabupaten dan di bawahnya hingga di level ad hoc. Nah
sekarang menurut undang-undang kalau DKPP membentuk TPD maka kewenangan TPD
membantu DKPP memeriksa dugaan pelanggaran kode etik provinsi, kabupaten,
dan ad hoc. “Khusus yang ad hoc, kalau yang dulu ad
hoc langsung diperiksa oleh DKPP, yang sekarang harus melalui terlebih
dahulu pemeriksaan atasan langsungnya yaitu KPU kabupaten/ Bawaslu Kabupaten.
Kalau KPU Kabupaten/Kota atau Bawaslu Kabupaten/Kota sampai pada kesimpulan
bahwa yang ad hoc terbukti berdasarkan bukti-bukti permulaan
yang cukup patut diduga melanggar kode etik berat maka diteruskan ke
DKPP. Maka DKPP akan menugaskan kepada TPD untuk memeriksa,â€
katanya.
Perbedaan lain memengenai jumlah unsur. Bila peraturan yang dulu jumlahnya
lima orang, peraturan yang sekarang hanya empat orang. “Komposisi
TPD sekarang: satu orang anggota DKPP, satu orang KPU Provinsi, satu
orang Bawaslu Provinisi, dan satu orang tokoh mmasyarakat. (Peraturan, red)
Dulu kan unsur masyarakat dua orang,†turutnya. [teten jamaludin]