*** Putusan Sidang Kode Etik Panwaslu Kota Samarinda
Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberikan sanksi berupa peringatan kepada Pengadu dan Teradu dalam sidang kode etik Panwas Kota Samarinda. Mereka adalah Asmadi Asna sebagai ketua Panwaslu Kota Samarinda sebagai Teradu dan Noor Rahmawanto, anggota Panwaslu yang juga sebagai Pengadu.
Hal tersebut disampaikan dalam sidang kode etik Panwaslu Kota Samarinda dengan agenda pembacaan Putusan, tadi sore (19/09) pukul 16.00 WIB. Selaku ketua majelis Jimly Asshiddiqie dan anggota majelis Nur Hidayat Sardini, Anna Erliyana, Saut H Sirait serta Valina Singka Subekti. Pembacaan Putusan dibacakan Valina Singka Subekti.
“Teradu I terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Sedangkan Pengadu memiliki andil atas terjadinya persoalan internal Panwaslu Kota Samarinda dengan bersikap tidak profesional dalam menjalankan tugas sebagai Anggota Panwaslu,” jelas Valina Singka Subekti.
Dia menambahkan, DKPP merehabilitaasi untuk Teradu II atas nama Norman sebagai koordinator Panwaslu Kota Samarinda. “DKPP memerintahkan kepada Bawaslu Provinsi Kalimantan Timur untuk melaksanakan Putusan ini dan memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini,” tutup dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia itu.
Sebagaimana diberitakan dalam sidang sebelumnya (03/09), Pengadu mendalilkan ketua dan koordinator Panwaslu Kota Samarinda dua rekannya itu telah bertindak arogan dan mementingkan diri sendiri dan keluarga serta kroni-kroninya dalam pelaksanaan tugas dan penggunaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya
Koordinator Panwaslu Kota Samarinda Norman mengaku, pihaknya menyerahkan uang honor kepada Pengadu di warung kopi. Pasalnya, Pengadu sudah jarang hadir ke kantor. “Kami juga telah menyerahkan uang honor di rumah bendahara Panwaslu,” kata Norman.
Sementara itu, Noor Rahmanto mengaku sendirian di kantor. Ia merasa dikucilkan oleh rekan-rekannya sehingga ia memilih tidak ngantor. Selain itu, ia merasa tidak diajak komunikasi terkait pengawasan oleh ketua.
Sedangkan Asmadi Asnan membantah bila pihaknya tidak berkomunikasi. Awalnya, ia tidak mempermasalahkan dengan ketidakhadiran Pengadu ke kantor. Baginya yang penting Pengadu menjalankan tugasnya. Dia kerap mengirim pesan singkat terkait perkembangan kepengawasan. Namun seiring dengan seringnya tidak hadir Pengadu ke kantor selama dua bulan, dia memutuskan untuk tidak lagi mengabarkan kepada Pengadu. “Kantor sangat terbuka. Kunci saja disimpan di atas meteran listrik. Kami mempersilakan kepada PPL maupun kepada Panwascam yang ingin ke kantor,” ucap Asmadi.
Mendengar keterangan dari pihak Teradu dan Pengadu, Valina Singka Subekti sangat menyesalkan. Kata dia, sangat tidak etis sekretariat Panwaslu menyerahkan uang honor di luar kantor. “Panwaslu bukan kelompok arisan, tapi Penyelenggara Pemilu. Terkait dengan komunikasi, harusnya dibangun baik ketua maupun anggota. Anda (Pengadu) harusnya ke kantor. Apapun alasannya,” ujarnya kepada Pengadu.
Anggota majelis lainnya, Nur Hidayat Sardini pun menyesalkan pihak Pengadu. Karena yang dimasalahkan dalam sidang ini hanya anggaran. “Bagi saya, sangat pamali anggota terlalu memikirkan uang. Silakan berjibaku sesama rekan mempermasalahkan tahapan tapi bukan uang,” tutup dia.
Usai persidangan saat itu, Valina Singka Subekti memerintahkan kepada Pengadu dan Teradu untuk berdamai. Pengadu dan Teradu pun akhirnya bersalaman. (ttm)