Manado,
DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
menggelar Rapat Koordinasi Teknis Persiapan Sidang di Daerah di Kota Manado,
Minggu (19/8/2018) pukul 19.30 WITA. Dalam rakornis tersebut ketua DKPP, Dr. Hardjono
menyampaikan terimakasih kepada pada para peserta karena telah
bersedia membantu DKPP dalam melaksanakan tugas suci.
“Sebagaimana kita ketahui
pemilu ini biayanya sangat mahal, tidak hanya uangnya tetapi sering juga
menyangkut sosial dan political cost. Dalam
rangka itulah undang-undang dasar menghendaki adanya jurdil (jujur adil-red). Nah
kejujuran dan keadilan yang bagaimana yang harus ditegakkan?†tanya Hardjono.
Menurut Hardjono ada beberapa
sektor yang harus mengikuti jurdil itu, pertama pelakunya harus jurdil dan kedua
penyelenggaranya harus jurdil. Jika kedua hal ini bisa bersinergi, maka akan
menghasilkan pemilu yang benar-benar dikehendaki oleh konstitusi dan
masyarakat. Standar jurdil ini menjadi komitmen yang harus dilaksanakan oleh
penyelenggara pemilu.
 “Saya selalu mengkatakan bahwa penyelengara-penyelenggara
adalah warna negara yang terhormat. Kenapa terhormat, karena mereka rela untuk
mengorbankan kebebasannya. Mereka harus independen, artinya harus mengorbankan
kebebasannya sementara warna negara yang lain bebas bersikap, berkumpul, mengeluarkan
pendapatnya tapi penyelenggara tidak boleh. Penyelenggara harus independen,
oleh karena itu mereka adalah orang-orang yang telah mengorbankan kebebasan
kita untuk terselenggaranya pemilu itu,†kata Hardjono.
“Tahapan-tahapan pemilu mengandung
tanggung jawab tertentu. Peserta pemilu apakah itu calon kepada daerah, caleg, calon
DPD ada ketentuan-ketentuannya sendiri, bahkan jika ditemukan pelanggaran yang
berat mereka bisa didiskualifikasi dalam kompetisi itu,†jelasnya.
Mantan hakim MKRI ini
memaparkan bahwa terkait jurdil tidak hanya dari peserta pemilu tapi juga dari penyelenggaranya.
Penyelenggara adalah area di mana DKPP punya kewajiban. DKPP berkewajiban menerima
laporan jika ada anggota masyarakat atau kontestan-kontestan mengadukan penyelenggara.
Ketua DKPP mengingatkan
bahwa ranah DKPP adalah dalam bidang etika penyelenggara pemilu. Bidang etika
itu harus dan juga menentukan karena sesuatu hal yang tidak memenuhi unsur tindak
pidana itu bisa saja melanggar etika. Oleh karena itu etika mengharuskan untuk
melakukan sesuatu. Rumusan-rumusan etika itu biasanya tidak eksklusif seperti
hukum pidana.
“Jika pidana unsurnya ada
tapi etika diperlukan bahwa seorang penyeleggara pemilu itu dilarang melakukan
sesuatu perbuatan yang menimbulkan kesan bahwa dia berpihak. Berpihaknya di
mana? kalau dipidana dijelaskan bahwa barang siapa melakukan apa …. tapi di
etika tidak. Kenapa etika harus dilakukan? Maksud dari hukuman etika itu bukan
hukuman untuk menghukum yang melanggar etika tapi untuk membersihkan dari
orang-orang yang seperti itu,†lanjutnya.
Kemudian Hardjono mencontohkan
sebuah peribahasa “karena nila setitik rusak susu sebelangaâ€, etika dimaksudkan
untuk menghilangkan nila itu. Jangan
sampai hanya karena kesalahan seseorang derajat profesi penyelenggara turun
derajatnya. Profesi penyelenggara harus terhindar dari orang-orang yang bisa
menurunkan derajat profesi tersebut.
“Jadi hukuman etika itu
bukan hukuman untuk menghukum, tidak!Â
tapi untuk membersihkan profesi dari orang-orang seperti itu. Kalau tidak kami bersihkan maka
nama baik atau trust akan hilang,†tegas dia.
Panggilan suci supaya yang
telah dicanangkan oleh undang-undang dasar bisa dilakukan bersama. Tidak ada
pilihan lain kita selain menjalankan sistem demokrasi. Apalagi masyarakat Indonesia
adalah masyarakat pluralis. Menurut Hardjono, Demorasi itu tidak sekadar
menangnya mayoritas.
“Kalau demokrasi itu hanya
sekedar menangnya mayoritas artinya demokrasi itu dimenangkan dan pada waktu
itu juga adalah membunuh minoritas . Demokrasi punya nilai, nilai tidak hanya
sekadar mengambil keputusan,†lanjutnya.
Demokrasi punya tiga nilai. Pertama
menjamin kebebasan berpendapat, artinya demokrasi in real adalah pluralitas,
plural dalam arti berpendapat oleh karena ini harus ditingkatkan derajat toleransi.
Jika hanya plural, bebas pendapat tapi
tidak ada toleransi bisa chaos akibatnya. Oleh karena itu tiga hal tiang dari
demokrasi tidak hanya persoalan yang menang yang berhak tapi juga menjunjung
tinggi tapi juga kebebasan pendapat tidak boleh diberangus .
Kita beda pendapat, kita
juga plural maka jika ingin bangsa kita tetap satu maka toleransi  ini harus dibina. Semakin toleransi kuat
semakin kebhinekaan ini akan tercapai,†pungkasnya.
Rakornis Minggu 19/8/18 jam
20.00 wita dihadiri ketua dan anggota KPU Prov. Sulut, Ardiles Mewoh dan Yessy
Momongan, Ferry Daud Liando (TPD unsur Masy). Supriyagi Pangelu, anggota
Bawaslu. Hadir juga Dit Intel, BID TI, DIT Intelkam, DIT TIK, Polda Prov. Sulut,
Gakkumdu, staf TPD Prov. Sulut. [Diah Widyawati]
Â