Kupang, DKPP –
Petrus Pattyona Kuasa
khusus Pengadu Yohanes
Viany K. Burin, Calon Wakil
Bupati Lembata dan Herman
Yosef Loly Wutun meminta ketua majelis untuk mengklarifikasi terkait legalitas sidang
kode etik yang digelar di kantor Bawaslu Provini Nusa Tenggara Timur, Selasa
(18/4).
“Saya
minta klarifikasi dari ketua majelis mengenai sidang ini, karena walaupun
sidang sudah dibuka tapi saya belum melihat suatu tanda bahwa ini adalah sidang
etik. Saya tidak melihat apakah ada banner atau tulisan yang menyatakan bahwa
ini adalah sidang dewan etik. Hal ini akan memiliki implikasi sah atau tidaknya
peradilan etik iniâ€, kata kuasa hukum asal Kabupaten Lembata, sebelum
membacakan pokok-pokok aduannya
“Pengalaman
kami di sidang DKPP, penanda persidangan etik adalah adanya tulisan pada banner
yang menyatakan sidang etik dalam perkara nomor sekian tapi nomornya tidak
perlu disebutkan dan ruangan ini disterilkan menjadi ruang sidang dewan etik.
Manakala saya sudah menyampaikan pokok pokok pikiran sementara penanda legalitas
sidang etik ini tidak ada maka sia-siaâ€, lanjut dia.
Menjawab
pertanyaan Petrus, Ketua Majelis Sidang Saut H Sirait menjelaskan. Pertama, sidang
yang digelar di kantor Bawaslu Prov. NTT dengan nomor perkara 51/DKPP-PKE-VI/2017 dan 58/DKPP-PKE-VI/2017 adalah sidang kode etik
meskipun tidak ada banner. DKPP bisa meminjam ruangan Bawaslu bisa juga
meminjam ruangan di kepolisian dan kejaksaan di provinsi yang bersangkutan.
“Kalau
pun ada anggaran di daerah biasanya banner
mereka yang membuat (Bawaslu Provinsi_red) tetapi dari DKPP sendiri memang
tidak ada anggaran untuk membuat banner itu, jadi inisiatif ada di Bawasluâ€,
jelas Saut.
Lanjut
dia, Sekretariat Jenderal Bawaslu adalah Sekretariat Jenderal DKPP di UU No. 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu kata “melekat†itu terkadang sulit
untuk diuraikan, ini adalah nomenklatur baru di dunia kesekretariatan. Tapi
keberadaan dari realitas itu sendiri yang menunjukkan, menggambarkan pemahaman
dan pengertian yang tidak terbantahkan. “Jadi meskipun tidak ada itu, saya
nyatakan dengan jelas ini adalah sidang kode etikâ€, tegas Saut.
Kedua,
jika pengalaman selama sidang setempat di daerah, kuasa hukum di daerah lain tidak
pernah mempertanyakan tentang legalitas ini. “Ini tidak hanya satu dua kali,
sudah ratusan di sini (di NTT_red ), sudah lebih dari 50 kali dengan kondisi
ini sampai dan semuanya menghasilkan putusan yang diterima, diakui dan dieksekusi
oleh pihak yang berwenang. Jadi dalam penjelasan saya, ini sidang etik, ruangan
ini menjadi ruangan DKPP selama sidang belum dinyatakan berakhir atau ditutupâ€,
sekali lagi Saut menegaskan.
Dengan
pemahaman ini diharapkan sidang berjalan tertib, misalnya jangan ada yang lalu-lalang
di rungan sidang kecuali yang diijinkan. “Ya kalau fotografer dimaklumi, dia kadang-kadang malah harus di
bawah meja untuk dapat fokus kita yang bagus. Tetapi untuk yang lain-lain
supaya tetap hikmat dan terhormatâ€, tutup Saut.
Di
akhir penjelasannya anggota KPU RI periode 2010-2012 ini memberikan apresiasi
kepada masyarakat NTT yang sangat tertib, hormat, santun dan saling menghargai.
Jika kuasa hukum merasa merasa ada yang ganjil DKPP memiliki kewenangan untuk
mengeluarkan pihak yang tidak tertib dari ruangan sidang.
Sidang digelar di kantor Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jl. Sam
Ratulangi No. 25a Kota Kupang, mulai pukul 09.30 wita. Bertindak selaku Ketua
Majelis Hakim adalah anggota DKPP, Saut H. Sirait didampingi Tim Pemeriksa
Daerah (TPD) Burhanudin Gessy, Oetlief Wewo, Gassim (KPU NTT), Albert J.J Benu
(Bawaslu NTT). [Diah Widyawati_2]