Jakarta,
DKPP- Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (8/6), menggelar sidang etik untuk
perkara terkait Pilkada Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Teradu dalam perkara ini
adalah dua anggota Panwas Fakfak yakni Dihuru Dekry Radjaloa dan Gazali Letsoin
serta lima Komisioner KPU Provinsi Papua Barat yakni Amos Atkana, Yotam Senis,
Paskalis Semuanya, Abdul Sidik, dan Christine Ruth Rumkabu.
Mereka diadukan oleh Donatus
Nimbitkindik dan Abdul Rahman, salah satu bakal pasangan calon Bupati Fakfak
pada Pemilukada 2015. Dari tujuh Teradu, yang hadir hanya tiga orang yakni
Paskalis Semuanya, Abdul Sidik, dan Christine Ruth Rumkabu yang ketiganya dari
KPU Papua Barat. Dua komisioner lain tidak hadir karena alasan transportasi.
Sedangkan Teradu dari Panwaslu Fakfak tidak hadir karena sudah tidak memenuhi
syarat sebagai Teradu. Jabatan keduannya telah habis, saat ini.
“Teradu Panwas sudah tidak
relevan, tidak perlu diperiksa lagi,†demikian terang Ketua Majelis DKPP Prof.
Jimly Asshiddiqie di Ruang Sidang DKPP, Jakarta.
Praktis dengan begitu DKPP
hanya menyidang Teradu dari KPU Provinsi Papua Barat. Dari keterangan Pengadu
melalui kuasa hukumnya, Jamaluddin Rustam, dugaan kesalahan etis yang dilakukan
oleh KPU Papua Barat bersumber dari surat keputusannya nomor
66/Kpts/KPU.Prov-32/XI/Tahun 2015. SK 66 ini pada intinya menganulir SK KPU
Kabupaten Fakfak (SK Nomor 5/2015) yang menyatakan pencalonan paslon
Donatus-Abdul Rahman memenuhi syarat.
“Dengan keluarnya SK 66, klien
kami menjadi tidak memenuhi syarat. Bagi kami ada prosedur yang tidak dipenuhi
oleh KPU Papua Barat, sehingga patut diduga terjadi pelanggaran kode etik dalam
perkara ini,“ kata Jamaluddin.
Jamaluddin meyakini ada
skenario besar untuk menggagalkan kliennya. Diketahui, persoalan paslon
Donatus-dan Abdul Rahman ini berhubungan dengan kemelut dualisme di tubuh
Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pemilukada di Fakfak terdapat tiga paslon. PPP
memiliki dua paslon, salah satunya paslon Donatus-Abdul Rahman. Paslon ini mengaku
mendaftar lebih awal dibanding paslon satunya. Namun keduanya tetap dinyatakan
lolos penetapan calon melalui SK KPU Fakfak Nomor 2/2015 dan mendapat nomor
urut sesuai SK KPU Fakfak Nomor 3/2015. Donatus-Abdul Rahman mendapat nomor
urut 2.
Persoalan baru muncul ketika
sudah masuk tahapan kampanye. Ketiga paslon sudah menjalani kampanye sekitar
dua bulan. Pada saat itu (29/9/2015) terbit SK KPU Fakfak Nomor 4/2015 yang
menganulir SK Nomor 2/2015. SK tersebut merupakan tindak lanjut dari
rekomendasi Panwas. Salah satu poin SK menyatakan, paslon Donatus-Abdul Rahman
tidak memenuhi syarat. Namun belum ada dua bulan atau pada 13 November 2015
terbit lagi SK Nomor 5/2015 yang menyatakan paslon Donatus-Abdul Rahman kembali
memenuhi syarat.
SK KPU Fakfak Nomor 5 ini
kemudian dibatalkan lagi oleh KPU Provinsi Papua Barat dengan SK Nomor
66/Kpts/KPU.Prov-32/XI/Tahun 2015. Anggota KPU Papua Barat Abdul Sidik
menerangkan, keputusan itu diterbitkan setelah mendapat surat dari KPU RI untuk
membatalkan SK KPU Fakfak Nomor 5. KPU Fakfak juga memberhentikan sementara
komisioner KPU Fakfak karena dianggap membangkang.
“SK 66, saat ini secara hukum
sudah kuat, meskipun pernah digugat pengadu di PTTUN dan menang. Tetapi putusan
PTTUN kemudian kami uji di MA dan kami yang menang. Sudah inkrah,†terang
Sidik.
Sidang ini digelar secara
langsung di ruang sidang DKPP, Jakarta. Para pihak, baik Pengadu dan Teradu
hadir di ruang sidang. Majelis sidang dipimpin oleh Ketua DKPP Prof Jimly
Asshiddiqie didampingi enam Anggota yakni Prof Anna Erliyana, Dr Nur Hidayat
Sardini, Dr Valina Singka Subekti, Saut Hamonangan Sirait, Ida Budhiati, dan
Endang Wihdatiningtyas. Ketua Majelis menyatakan sidang kali ini dianggap cukup
dan langsung menunggu jadwal pembacaan putusannya. (Arif Syarwani)