Tarakan, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menyatakan bahwa sistem demokrasi di Indonedia sekarang ini masih yang terbaik dibandingkan dengan negara lain. Ia berdalih, Indonesia adalah negara yang secara geografis sangat luas dengan beragam agama, kultur, etnis maupun bahasa. Menurutnya, Indonesia telah mampu menjadi negara demokrasi yang mengakui akan keberagaman, berserikat/ berkumpul, dan keragaman dalam mengeluarkan pendapat.
“Kalau tidak menggunakan demokrasi, lalu bagaimana? Cara apa? Kalau tidak dengan demokrasi, kita ini sudah perang. Pasti setiap kelompok, sangat kepingin jadi penguasa. Demokrasi kita itu menyatukan, jangan demokrasi itu untuk memecah. Unsur yang memecah itu harus disatukan oleh demokrasi. Demokrasi adalah kekuatan,” katanya saat acara Media Gathering di Kota Tarakan, Kamis (14/2/2019) malam.
Hadir dalam kesempatan tersebut sejumlah jurnalis kontributor media nasional, dan jurnalis dari media lokal baik televisi, cetak, maupun online. Dari DKPP, selain Harjono (ketua), Mohmammad Saihu (tenaga ahli), Yusuf (Kabag Adm. Umum), Titis Adityo Nugroho (Kasubag Pubsos).
Harjono yang juga mantan anggota Mahkamah Konstitusi itu pun membandingkan sistem demokrasi di Indonedia dengan negara lain. Di Thailand sudah hampir dua puluh kali dikudeta oleh militer karena dari setiap Pemilu ke Pemilu dinilai tidak demokratis. “Tentu kita tidak ingin seperti di Thailand,” ujarnya. Lalu bagaimana agar negara ini demokratis? Saran dia, mesti belajar dari Francis. Dalam teori demokrasi, revolusi Francis melahirkan slogan Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, keadilan dan persaudaran). “Negara mengakui terhadap kebebasan. Tetapi kebebasan tersebut diikat persaudaraan, atau kebangsaan dengan menjunjung tinggi pada nilai-nilai keadilan,” katanya. [teten jamaludin]