Banda Aceh, DKPP – Sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945, pendiri bangsa Indonesia telah memilih bentuk negara yakni, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bukan bentuk kerajaan atau bentuk lainnya. Memilih bentuk NKRI artinya juga memilih sistem demokrasi yang artinya kedaulatan ada ditangan rakyat. Manivestasi kedaulatan ditangan rakyat itulah, maka perlu diselenggarakan pemilihan umum (pemilu). Hal itu diungkapkan Ketua DKPP Harjono saat memberikan sambutan serta membuka secara resmi kegiatan Pendidikan Etik Bagi Penyelenggara Pemilu, Rabu (20/2).
Ketua DKPP menilai bahwa pemilu di Indonesia adalah unsur pemersatu dalam bermasyarakat. “Pemilu kita ini adalah pemersatu, bukan pemecah belah bangsa. Karena potensi-potensi yang ada pada bangsa Indonesia ini, kalau tidak ada pemilu, saya tidak bisa bayangkan kita bisa bertahan menjadi sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.
“Dengan kedaulatan ditangan rakyat ini justru menyamakan semua, apa yang beda kita samakan semua, oleh karena itu pemilu kita adalah pemilu yang mempersatukan,” imbuhnya.
Di samping itu, Harjono menjelaskan posisi DKPP dalam menegakkan kode etik penyelenggara pemilu. Terkait sanksi yang diberikan DKPP adalah supaya penyelenggara pemilu tetap dipercaya. DKPP akan menjaga agar kepercayaan tersebut tetap ada.
“Sanksi DKPP tidak menghukum anda (red_ penyelenggara pemilu). Sanksi itu agar penyelenggara pemilu tetap dipercaya. Jika kepercayaan turun, maka hasil pemilu tidak dipercaya,” pungkasnya.
Di akhir sambutannya, Ketua DKPP bahwa melalui penegakan etika, penyelenggara pemilu akan terjaga kemandirian, integritas dan kredibilitas mereka karena keberadaan DKPP adalah untuk menjaga marwah penyelenggara pemilu. [Sandhi]