Makassar, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof Jimly
Asshiddiqie menjelaskan bahwa hubungan etika dan hukum mengalami perkembangan.
Pada zaman Plato, hubungan hukum dan etika bercampur sebagaimana dalam buku The
Law. Akan tetapi, pada ke 20 terjadi pemisahan antara hukum dan etika,
pelopornya Auguste Compte melalui positivisme hukum.
“Pengaruh paling ektrim adalah Hans Kelsen. Dia punya teori Pure
Theory Of Law. Hukum itu harus dimurnikan. Hukum tidak boleh dipengaruhi
oleh agama, politik dan lain sebagainya. Hukum itu adalah panglima,†katanya
saat mengisi kuliah umum (Stadium Generale) di Fakultas Hukum
Universitas Hasanudin, Rabu (2/9).
Sehingga, lanjut dia, para praktisi hukum ternina bobokan oleh paradigma
tersebut. Padahal, nyatanya hukum itu produk politik. Bahkan hukum itu menjadi
alat. Lebih jeleknya lagi diperalat. Hukum menjadi alat untuk
kekuasaan. Hukum juga produk ekonomi dan diperalat oleh ekonomi. “Pada
pada kenyataanya, hukum sebagai panglima itu tidak seindah semboyannya,†ujar
dia.
Pada abad ke-21 terjadi perubahan paradigma dalam memandang hubungan hukum
dan etika. Dia membandingkan antara Amerika, Uni Soviet dan Perancis. Ketiga
negara ini memandang konsep yang berbeda antara agama dan negara.
Di Uni Soviet hubungan antara agama dan negara sangat ekstrim. Negara tidak
mengakui keberadaan agama. Sedangkan di Francis, agama diakui oleh negara akan
tetapi dimusuhi keberadaannya. Paradigma tersebut kemudian diadopsi oleh Jerman
dan Turki. “Jadi agama itu dijauhkan bahkan dibenci keberadaannya,†ujar
dia.
Tetapi berbeda dengan di Amerika. Tampak dari luar, Amerika adalah negara
yang sangat sekuler. Padahal, di sana agama tidak dimusuhi. Konstitusi sebagai public
religion. Agama itu dilihat sebagai agama publik.
“Orang dipersilakan beragama menurut keyakinannya masing-masing. Tapi
negara memiliki kepentingan supaya orang taat beragama. Alasannya, makin
beragama seseorang, makin baik perilaku publik. Itu sebabnya, gereja di Amerika
penuh dan semua gereja di Eropa itu kosong,†katanya.
Hukum dan etika tak lagi dipisahkan. Hukum dan etika tidak lagi atas bawah.
Hubungan hukum dan etika adalah luar dalam. “Hukum itu mengapung di samudera
etika. Hukum itu ibarat kapal sedangkan lautan adalah etika. Kapal berlayar
menuju pulau keadilan. Maka hubungan etika dengan hukum itu erat sekali. Tidak
bisa dipisah-pisah. Etika adalah ruh dari hukum,†katanya. [Teten
Jamaludin]