Jakarta, DKPP- Ketua dan anggota Panwas Kab Boven Digoel atas nama Felik Yokbari, Yustina Weydrop, dan Duater M Purba diperiksa DKPP, Jum’at (27/11) karena tidak menindaklajuti surat edaran Bawaslu RI No 0302/Bawaslu/X/2015 tertanggal 1 Oktober 2015 perihal persyaratan bagi mantan mantan terpidana bebas bersyarat. Mereka diadukan ketua dan anggota Bawaslu provinsi Papua atas nama Pdt Robery Y Horik, Anugrah Pata, dan Fergie Y Wattima.
Pemeriksaan
dari aduan yang bernomor 199/I-P/L-DKPP-2015 ini digelar melalui video
conference dengan diketuai oleh Prof Anna Erliyana yang berada Mabes Polri
Jakarta dan Tim Pemeriksa Daerah beserta Pengadu dan Teradu di Polda Papua.
Hadir
pula dalam pemeriksaan ketua Bawaslu RI Prof Muhammad selaku pihak terkait atas
permintaan dari Bawaslu provinsi Papua. Dalam keterangannya disampaikan bahwa
Panwaslu Kab Boven Digoel tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu RI No 0302/Bawalsu/X/2015.
“Kami
tidak berani mengeluarkan rekomendasi, karena mempertimbangkan dampak sosial.
Kehadiran Yusak Yaluyo merupakan pertanda baik bagi warga asli kabupaten Boven
Digoel, bahkan kami dihubungi oleh tokoh masyarakat untuk mendukung. Kami tidak
menjalankan rekomendasi untuk mengurangi konflik. Selain itu, kami juga merasa
terancam oleh pendukung Yusak apabila melaksanakan rekomendasi,†kata Felik
menjelaskan alasan tidak dilaksanakannya rekomendasi.
Dalam
pemeriksaan, Felik selaku Teradu I juga mengaku bersalah karena tidak menjalankan
rekomendasi. Berulangkali disampaikan dalam persidangan bahwa akan ada dampak
sosial apabila Panwaslu Kab Boven Digoel menjalankan rekomendasi Bawaslu RI
Nomor 302/Bawaslu/X/2015.
“Dengan
sidang ini kami mengucapkan mohon maaf, kami sudah menerima surat dari pimpinan
kami untuk diberhentikan sementara dan sudah dijalani selama 3 minggu. Ini
merupakan pelajaran bagi saya,†imbuh Yustina, Teradu II.
Berbeda
dengan Teradu I dan II, Teradu III Duater M Purba mengaku tidak begitu merasa
terancam dikarenakan sudah berpengalaman sebelumnya sebagai penyelenggara
pemilu dan bukan warga asli Papua.
“Saya
sudah menjelaskan pentingya rekomendasi untuk dijalankan, akan tetapi saya juga
paham dengan kondisi psikologis dari kedua rekan saya. Mereka merupakan warga
asli Papua,†kata Duater.
Lebih
lanjut, Duater merasa permasalahan ini berawal dari KPU Kab Boven Digoel yang
tidak melakukan verifikasi faktual. Dia menyampaikan bahwa KPU tidak
koordinatif dengan tidak diberikannya berkas calon yang diminta sehingga
Panwaslu tidak dapat menjalankan verifikasi faktual. [Berita dan Foto:
Irmawanti]