Semarang,
DKPP – Komisi
Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) adalah satu kesatuan institusi
dari penyelenggara Pemilu meskipun KPU dan Bawaslu resmi disebut sebagai
penyelenggara, DKPP tidak.
DKPP hanya mengawasi sepanjang
menyangkut pelaksanaan tentang kode etik penyelenggara pemilu. Maka kalau dulu
namanya DK KPU, sekarang DKPP karena yang diDK-kan bukan hanya KPU tapi juga
Bawaslu. Karena itu kehadiran DKPP tidak usah dipisahkan dari keberadaan dua
lembaga penyelenggara pemilu sebagai satu kesatuan.
Kerjasama dengan Undip adalah
satu kesatuan dengan Bawaslu mestinya juga dengan KPU. Demikian sambutan Prof.
Jimly pada Acara Penandatanganan Nota Kesepahaman Antara Bawaslu, Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan Universitas Diponegoro (Undip), Senin
(25/5) di Rektorat.
“Tadi
sudah kita tanda tangani MoU sendiri-sendiri maksudnya untuk administrasinya
saja jadi kerjasama Bawaslu dan Undip di satu sisi dan DKPP dan Undip di lain
sisi. Tapi dari segi subtansi mohon dibaca sebagai satu kesatuan karena
keperluan kita ini sama bagaimana mengembangkan suatu kegiatan riset, diklat
menyiapkan tenaga-tenaga yang terampil dan ahli di bidang kepemiluan khususnya
bahkan dalam urusan pengelolaan sistem demokrasi Indonesia di masa depan,†kata
Prof. Jimly.
Lebih
lanjut Guru Besar Hukum Tata Negara Univeritas Indonesia ini menjelaskan bahwa
tanggung jawab untuk mengelola demokrasi dari waktu ke waktu memerlukan
dukungan ekspertise yang banyak bukan hanya pada tingkat konsep tapi juga pada
tingkat operasional dan bukan hanya pada aspek hukum tapi juga berkaitan dengan
aspek yang berkaitan dengan sistem etika, malah mengenai governance, tata
kelola soal-soal yang lebih luas lagi misalnya ekonomi pemilu, sosiologi
pemilu, manajemen pemilu, teknologi pemilu. Jadi sebenarnya semua aspek
diperlukan untuk modernisasi tata kelola pemilu di Indonesia ini.
“DKPP
mengadakan kerjasama dengan enam universitas tapi secara khusus yang lain-lain
cukup di atas meja saja, tanda tangan tanpa upacara. Untuk Undip dibuat upacara
sederhana karena Jawa Tengah dianggap khusus. Itulah cara DKPP memperlakukan
daerah ini. Karena pengalaman kami sejak 2012 sampai Pileg dan Pilpres daerah
ini paling sedikit masalahnya, ini real. Jadi ada daerah banyak sekali
pelanggaran kode etiknya apalagi di Papua, nomor dua Sumatera Utara,†jelas
Jimly.
“Tapi
Jawa Tengah dan DIY tidak ada, Jawa Tengah hanya tiga kasusnya itu pun setelah
disidang direhabilitasi, tidak ada bukti pelanggaran kode etik. Jadi ini memang
daerah yang istimewa dari segi kinerja berdemokrasi dan kinerja mengelola
pemilihan umum,†tambah dia lagi.
Ketua
DKPP berharap kepada mahasiswa, dosen, mahasiswa dan segenap civitas akademika
Undip menjaga citra Jateng yang sudah baik dalam penyelenggaraan pemilu mulai
2012 terutama pemilu 2014 kemarin.
“Pilkada
serentak di Jawa Tengah dapat berhasil diselenggarakan tanpa masalah supaya
kita punya etalase daerah percontohan tentang kinerja demokrasi dan pemilu
kita. Inilah contoh Pilkada yang berintegritas sehingga hasilnya bisa dipercaya
oleh publik,†pungkasnya. [Diah Widyawati]