Jakarta, DKPP− Dalam rangka meningkatkan derajat pelayanan kepada para pencari keadilan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP, KPU, dan Bawaslu membangun sebuah kesepakatan. DKPP mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada penyelenggara pemilu di tingkat kabupaten/kota baik di jajaran KPU maupun di jajaran Bawaslu untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik pada badan ad hoc.
Hal ini disampaikan oleh Anggota DKPP, D. Ida Budhiati saat menjadi narasumber Webinar Nasional Sosialisasi Kode Etik Dalam Pencegahan Pelanggaran Kode Etik Pilkada Serentak Tahun 2020 Regional Timur yang digelar Senin (19/10/2020).
Menurut Ida, tujuan pendelegasian kewenangan ini adalah aspek efisiensi yang hendak diwujudkan untuk menyelamatkan integritas proses dan hasil pemilu atas sikap perilaku penyelenggara pemilu yang mengakibatkan mereduksi kredibilitas dan integritas proses hasil pemilu.
“Kami berharap kepada penyelenggara di tingkat kabupaten/kota untuk bekerja lebih cepat, pemeriksaannya mengadopsi asas-asas pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik yang cepat, sederhana tidak bertele-tele,” kata Ida.
Berdasarkan apa yang disampaikan Ketua Bawaslu Abhan beberapa waktu lalu, Ida menjelaskan jika berdasarkan hasil pengawasan ditemukan adanya pelanggaran kode etik, maka hal itu tidak memerlukan waktu yang lama. Jika ada pelanggaran di TPS baik karena faktor perilaku KPPS atau pengawas TPS, pada saat itu juga bisa diberikan putusan. Langkah ini diambil dalam rangka untuk menyelamatkan integritas proses dan hasil pemilu di TPS. Begitu juga di tingkat desa, kelurahan, dan juga di tingkat kecamatan.
“Salah satu catatan dalam pertemuan koordinatif KPU, Bawaslu, dan DKPP beberapa hari lalu di Bogor yang juga difasilitasi webinar, sekali lagi di DKPP berharap bahwa penegakan etik ad hoc bisa dilakukan secara cepat dan sederhana tidak bertele-tele,” ungkapnya.
Selanjutnya Ida menjelaskan terkait salah satu syarat pemilu berintegritas yakni adanya kualitas administrasi pemilu. “Tadi sudah saya singgung dari tahapan pemutakhiran data pemilih. Terkait kualitas data pemilih, kualitas administrasi itu tidak hanya bersinggungan pada satu tahapan saja tetapi juga tahapan-tahapan yang lainnya. Jika kita berkaca kepada data perkara di DKPP, mayoritas problem penyelenggara pemilu kita hari ini penyelenggara dalam bekerja diharapkan tunduk pada tertib administrasi pemilu,” tambahnya.
“Teman-teman penyelenggara pemilu seringkali semangat sekali bekerja, tetapi kemudian lupa dari aspek administrasi pemilu tadi. Kalau bekerjanya akuntabel, bekerjanya profesional, maka harus bisa dipertanggungjawabkan. Bagaimana prosesnya sehingga kemudian muncul hasil? Mengapa seseorang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan? Mengapa peserta pemilu didiskualifikasi sebagai peserta pemilu,” Ida menguraikan.
Dalam pandangan DKPP, tantangan pilkada di masa pandemi yang menjadi tanggung jawab penyelenggara pemilu pada akhirnya ada di hilir. Beririsan dengan pertanggungjawaban etik.
Tantangannya adalah bagaimana penyelenggara pemilu di masa pandemi ini mampu menggelorakan partisipasi pemilih, memastikan akses informasi kepada pemilih sehingga mereka berpartisipasi tidak hanya menggugurkan aspek hak konstitusional datang ke TPS tetapi mereka cukup informasi dalam menggunakan hak pilihnya
Ida menegaskan sebagai penyelenggara pemilu pasti sangat memahami berapa pun pemilih yang hadir tidak akan mempengaruhi aspek legitimasi, tetapi sekali lagi yang menjadi tanggung jawab penyelenggara pemilu adalah memastikan bahwa setiap pemilih mempunyai informasi yang memadai, bagaimana mereka akan menggunakan hak konstitusionalnya memilih calon calon yang sudah ditetapkan agar pemerintahan yang akan datang itu memang dipimpin oleh kepala daerah yang kredibel, berintegritas, dan demokratis.
“Tujuan penyelenggaraan pemilu secara langsung adalah mendekatkan pemilih dengan rakyat dan mengambil kebijakan-kebijakan yang partisipatif,” pungkas Ida. [Humas DKPP]