Jakarta,
DKPP- Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (16/11), menerima kunjungan audiensi
dari Panitia Khusus Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pansus Pilkada) DPRD
Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Mereka diterima di ruang sidang DKPP,
Jakarta, oleh Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie serta Anggota Saut Hamonangan
Sirait dan Kepala Biro Ahmad Khumaidi.
Ketua Pansus Marlis
menerangkan, tujuan dibentuk Pansus ini tidak lain untuk mengawal
penyelenggaraan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur di Sumbar agar lebih
demokratis, akuntabel, dan transparan. Pengamatan mereka, saat ini ada masalah
dalam penyelenggaraan tersebut. Dua pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur
Sumbar, Irwan Prayitno-Nasrul Abit dan Muslim Kasim-Fauzi
Bahar, menurut mereka sebenarnya tidak memenuhi syarat administrasi. Akan
tetapi tetap diloloskan oleh KPU Sumbar.
“Kedua paslon sama-sama tidak
memenuhi syarat administrasi terkait rekening khusus dana kampanyenya,†ungkap
Marlis.
Sesuai
ketentuan Pasal 13 PKPU Nomor 8 Tahun 2015, rekening khusus kampanye harus
dibuka dengan atas nama paslon dan spesimen tanda tangan harus dilakukan
bersama oleh parpol atau gabungan parpol pengusung paslon. Marlis yang
juga ketua DPD Hanura Sumbar, pengusung paslon Muslim Kasim-Fauzi Bahar, mengaku
tidak pernah diajak menandatangani rekening tersebut. Begitu pun anggota Pansus
yang hadir di DKPP. Mereka dari PAN, PPP, PDI P, Golkar, PBB, Gerindra, PKS,
Nasdem, dan Demokrat.
“Persoalan
rekening dana kampanye ini memang masalah administratif, tapi serius, karena
akan menjadi celah untuk mempersoalkan hasil Pilkada di Sumbar. Kami khawatir
ini menjadi cedera politik dan bermasalah bagi legitimasi Pilkada Sumbar,†ujar
Marlis.
Menanggapi
pemaparan tersebut, Ketua DKPP Prof Jimly menegaskan, dia secara pribadi tidak
dapat mengomentari persoalan ini jika pertanyaannya menyangkut penilaian etis. Masalah
ini telah menjadi perkara di DKPP, telah disidang, dan tinggal menunggu
putusan. Sesuai jadwal, besok (Selasa, 17/11), putusannya dibacakan.
“Lembaga
ini kan pengadilan. Tidak terbiasa diskusi. Nanti baca saja di putusan.
Penilaian kami terhadap perkara ini akan dimuat secara tertulis di putusan,â€
tegas Prof Jimly.
Prof
Jimly menerangkan, persoalan di Sumbar tersebut juga terjadi hampir di seluruh
Indonesia. Bukan karena penyelenggaranya saja, tapi regulasi yang menjadi
rujukan penyelenggaraan Pilkada masih banyak yang perlu dibenahi. Prof Jimly
tidak setuju jika masalah administratif akan menggagalkan Pilkada di Sumbar.
Menurutnya, masalah kebijakan dapat menjadi catatan dan harus diperbaiki. Akan
tetapi semua harus realistis, Pilkada kurang dari sebulan lagi.
“Ini
ada hak rakyat yang lebih penting. Soal kesalahan administratif bisa menjadi
pelajaran kita. Kasus semacam ini membuka mata semua orang untuk perbaikan
Pilkada ke depan,†tutur Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia
tersebut. (Arif Syarwani)