Kupang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu untuk perkara nomor 68-PKE-DKPP/IV/2019. Sidang digelar di kantor KPU Provinsi NTT, Jl. Polisi Militer, Oebobo, Kota Kupang, Rabu, 2/5/19 pukul 09.00 WITA.
Sidang ini mengagendakan pemeriksaan terhadap sepuluh orang penyelenggara pemilu baik di tingkat kabupaten dan Provinsi NTT sebagai Teradu. Mereka adalah Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Alor yakni Dominika Derang, Amirudin Bapang, Orias Langmau. Ketua KPU Kabupaten Alor, Madriya Cendana Pong serta Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi NTT; Thomas M Djawa, Jemris Fointuna, Baharudin Hamzah, Melpi Marpaung, dan Noldi Tadu Hungu. Teradu terakhir adalah Fransiscus Fanata, Kasubbag Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi NTT
Mereka diadukan oleh Dr. Imanuel E Blegur, Calon Bupati Kabupaten Alor 2018-2023 yang memberikan kuasa khusus kepada advokat, S Santoso, dkk. Ada pun pokok-pokok aduan yang ditujukan kepada para Teradu adalah sebagai berikut:
Terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu Alor adalah bahwa para Teradu tidak menggunakan kewenangannya untuk mengeluarkan rekomendasi kepada KPU Kabupaten Alor agar membatalkan pencalonan Bupati Alor sebagai petahana yang diduga telah melanggar Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU Pasal 89 ayat (1) Nomor 15 Tahun 2017.
Terhadap Ketua KPU Kabupaten Alor, Madriya Cendana Pong, Pengadu menduga Teradu tidak netral dalam melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran yang dilakukan bupati petahana Amon Djobo yang melakukan mutasi jabatan sebagaimana diatur dalam pasal 89 ayat 1 PKPU Nomor 15 Tahun 2017. Teradu dinilai mentolerir pencalonan bupati petahana yang semestinya dinyatakan TMS.
Sementara aduan yang ditujukan kepada Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi NTT salah satunya adalah bahwa Ketua dan Bawaslu NTT tidak menindaklanjuti Laporan Pelapor yang dilimpahkan oleh Bawaslu RI tetapi malah melimpahkan kepada Panwaslu Kabupaten Alor, padahal Panwaslu Kabupaten Alor sudah pernah menangani laporan dugaan pelanggaran ini
Sedangkan Fransiscus Fanata, Kasubbag Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi NTT diadukan terkait dugaan menerima suap dari bupati terlapor Amon Njobo seperti yang beredar dalam video.
Para Teradu satu persatu membantah tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Ketua dan Anggota Bawaslu Alor dalam bantahan yang dibacakan menyebutkan bahwa dalil Pengadu tersebut adalah (obscuur libel) atau tidak jelas karena tidak menyebut laporan pelanggaran mana yang tidak direkomendasikan yang dimaksudkan oleh Teradu
Ketua KPU Kab. Alor, Madriya Cendana Pong menyampaikan bantahan senada. Menurut dia, KPU Kab. Alor dalam menjalankan tugas yang ada terhadap pelaksanaan tahapan pilkada sudah berdasarkan aturan UU No. 10 Tahun 2016.
“Terkait dengan dengan tuduhan itu KPU Kab. Alor dalam tugas yang ada tidak punya kewenangan atau masuk dalam ranah pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dimaksud. Namun patut dipahami untuk pemeriksaan pelanggaran pemilihan kepala daerah sesuai aturan yang ada merupakan kewenangan atau ranah dari panwaslu saat itu (sekarang menjadi Bawaslu),” kata Madriya.
Dominika Derang, Ketua Bawaslu NTT saat mewakili membacakan bantahan menyebutkan bahwa dalil aduan Pengadu adalah (obscuur libel) atau tidak jelas karena tidak menyebut laporan pelanggaran mana yang dimaksudkan oleh Pengadu dan Para Teradu tidak mengerti dengan kata “Ketua dan Bawaslu NTT” yang dimaksudkan oleh Pengadu.
“Yang kami pahami adalah Ketua adalah jabatan struktural pada Kantor Bawaslu Provinsi NTT yang dijabat oleh salah satu komisioner Bawaslu Provinsi NTT sedangkan Bawaslu NTT adalah lembaga pengawas Pemilu tingkat provinsi. Dan, Pengadu tidak menguraikan secara rinci apa kesalahan ketua dan apa kesalahan Bawaslu NTT sehingga benar-benar kabur karena di dalam Bawaslu NTT secara lembaga terdiri dari komisioner dan sekretariat,” tegasnya.
Bantahan terakhir disampaikan oleh Fransiscus Fanata, Kasubbag Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi NTT. Menurut dia, video hoaks yang dijadikan sebagai bukti dalam sidang kode etik DKPP seolah-olah benar oleh Pengadu padahal belum teruji dan diragukan kebenarannya.
“Saya sedang memindahkan HP saya dari tangan kanan ke tangan kiri lalu memasukkan HP saya yang berwarna putih tersebut ke dalam saku celana kiri saya. Hal ini ditafsirkan salah oleh Pengadu. Pengadu tidak menyebut sesuatu yang saya dipindahkan dari tangan kanan ke tangan kiri itu apa, sehingga saya katakan bahwa dalil Pengadu tidak jelas atau kabur,” bantah Fanata.
Sidang dipimpin oleh ketua majelis Dr. Harjono dan Anggota Majelis Fritz Edward Siregar, Ph.D, bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi NTT: Maryanti Hermina Adoe (unsur Masyarakat), dan Yosafat Koli (unsur KPU). [ Dio ]