Manado, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 130-PKE-DKPP/X/2020 dan 141-PKE-DKPP/XI/2020 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado, pada Senin (30/11/2020).
Dalam dua perkara ini, Stella Martina Runtu, H. Darul Halim, Hendra Samuel Lumanauw, Dikson Lahope, dan Roby AM. Manopo (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Minahasa Utara) duduk sebagai Teradu I sampai V. Mereka diadukan oleh Noldy Awuy dan Efraim Kahagi.
Pengadu mendalilkan kelima Teradu melakukan pelanggaran kode etik terkait dokumen persyaratan Calon Bupati Minahasa Utara atas nama Shintia Gelly Rumumpe yang terindikasi menggunakan ijazah palsu yang dilegalisir bukan oleh pejabat yang berwenang.
Pengadu (Noldy Awuy dan Efraim Kahagi) telah melakukan sanggahan tertulis kepada KPU Kabupaten Minahasa Utara terkait pencalonan Shintia Gelly Rumumpe (SGR) sebagai calon bupati yang diusung Partai Nasdem atas dugaan penggunaan ijazah palsu.
Sanggahan tertulis itu ditindaklanjuti dengan verifikasi faktual oleh Teradu dengan mendatangi SMU Pelita 3 Nomor 3 yang berada di Jakarta Timur. Menurut Pengadu, Teradu menemukan fakta bahwa ijazah SGR palsu di mana KPU Kabupaten Minahasa Utara mengembalikan berkas tersebut untuk dilakukan perbaikan.
Masih menurut Pengadu, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur membantah telah melagalisir ijazah SGR. Sementara itu, SMU Pelita 3 Nomor 3 mengatakan SGR tidak ditemukan dalam buku induk siswa.
“Pada 16 September 2020, KPU menerima kelengkapan berkas ijazah SMU milik SGR yang telah dilegalisir oleh Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Minahasa Utara dan dinyatakan memenuhi syarat oleh para Teradu (KPU) yang disaksikan oleh Bawaslu,” ungkap Pengadu.
Pengadu meyakini legalisir ijazah SGR tidak dilakukan oleh pejabat yang berwenang yakni pihak sekolah SMU Pelita 3 Nomor 3, Pulogadung, atau Suku Dinas Pendidikan Nasional Jakarta Timur (tempat sekolah berada).
Pengadu (Efraim Kahagi) mengungkapkan sejumlah kejanggalan atas ijazah SGR yang diserahkan dalam pencalonannya sebagai bupati sehingga berkesimpulan terjadi pemalsuan. Antara lain NIP (Nomor Induk Pegawai) kepala sekolah yang berbeda, stempel logo sekolah dan tanggal penerbitan ijazah.
Atas dasar itu, kedua Pengadu menilai para Teradu telah menyalahgunakan jabatan secara sadar terkait dokumen perbaikan yang diserahkan SGR yang mana sebelumnya telah diputuskan dalam pleno tidak memenuhi syarat.
Sementara itu, para Teradu membantah dalil aduan yang disampaikan Pengadu. Menurut Teradu I (Stella Martina Runtu), seluruh tahapan pendaftaran pasangan calon telah sesuai dengan aturan dan dilakukan dengan transparan.
Teradu I menilai pernyataan Pengadu yang mengatakan ijazah SGR sudah dinyatakan palsu dalam rapat pleno sama sekali tidak benar dan sangat tendensius dan sensasional. Kedua Pengadu juga dinilai gagal paham atas prosedur kerja, tugas pokok, dan fungsi KPU sebagai penyelenggara pemilu.
“Bukan wewenang dari KPU Kabupaten Minahasa Utara bahwa ijazah tersebut palsu atau tidak. Ada lembaga lain yang berwenang yakni Satuan Pendidikan yang mengeluarkan ijazah (SMU Pelita 3 Nomor 3) atau instansi penegak hukum,” ungkap Teradu.
Teradu menambahkan pengembalian dokumen persyaratan bukan karena ijazah palsu, tetapi karena ada masa perbaikan termasuk legalisasi ijazah. Hal tersebut berlaku juga bagi pasangan calon lain yang dokumennya belum lengkap.
Terkait legalisir ijazah SGR, para Teradu mengaku telah melakukan verifikasi ke Suku Dinas Pendidikan Nasional Jakarta Timur dan SMU Pelita 3 Nomor 3. Hasil verifikasi mengatakan yang bersangkutan (SGR) telah menunjukan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang asli.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan dua perkara ini dipimpin oleh Didik Supriyanto, S.IP., MIP (Ketua Majelis) dengan anggota Dra. Trilke Erita Tulung, M.Si (TPD unsur Masyarakat), Salman Saelangi, SKel (TPD unsur KPU), dan Herywn J. H. Malonda, SH., M.Pd (TPD unsur Bawaslu). (Humas DKPP)