Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu untuk perkara nomor 224-PKE-DKPP/VIII/2019 pada Selasa (17/9/2019).
Perkara ini diadukan oleh Ketua dan Anggota Bawaslu Kota Bukittinggi, yaitu Ruzi Haryadi, Eri Vatria dan Asneliwati. Ketiganya mengadukan Ketua KPU Kota Bukittinggi, Benny Aziz.
Dalam pokok aduannya, Ruzi menduga Benny telah melontarkan pernyataan yang tidak pantas saat diwawancara sebuah media massa di Kota Bukittinggi, pada 23 April 2019.
Menurutnya, wawancara ini terkait dengan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 7 Kelurahan Pulai Anak Air, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi (selanjutnya disebut TPS 7).
Salah satu pernyataan Benny, kata Ruzi, adalah rekomendasi Panwascam Mandiangin Koto Selayan disebutnya sebagai “banci”. “Pernyataan ini diunggah di Youtube dan diketahui oleh Bawaslu Kota Bukittinggi pada 25 April 2019,” ungkapnya.
Selain itu, Benny juga diduga telah menyalahkan Pengawas TPS sebagai sumber terlaksananya PSU dan membuat petugas KPPS takut dalam wawancara ini.
Sementara itu, Benny mengungkapkan, PSU tersebut bermula saat adanya 15 pemilih yang ingin melaksanakan hak pilihnya di TPS 7. 15 orang tersebut diketahui ber-KTP dan terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) di luar Kota Bukittinggi.
Karenanya, Panwascam Mandiangin Koto Selayan pun merekomendasikan untuk dilakukannya PSU dengan surat nomor 01/IST.PM.00.00/IV/2019 pada 18 April 2019. Rekomendasi inilah yang disebut “banci” oleh Benny.
Benny mendasarkan pada ketentuan Pasal 372 ayat (2) huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 65 ayat (2) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2019, yang menyebutkan bahwa pemungutan suara wajib diulang apabilan pengawas TPS menemukan pemilih yang tidak memiliki KPT elektronik atau tidak terdaftar dalam DPT dan Daftar Pemilih Tambahan.
“Teradu berpendapat, kajian (Pengawas TPS 7) tersebut tidak memenuhi syarat untuk kewajiban melaksanakan PSU karena pemilih tersebut seluruhnya memiliki KTP Elektronik dan terdaftar dalam DPT,” jelasnya.
Benny menambahkan, rekomendasi dari Panwascam Mandiangin Koto Selayan merupakan produk yang dinilainya sebagai abu-abu, tidak jelas, kabur dan tidak berkepastian hukum. Ia juga menegaskan, perkataan “rekomendasi banci” juga ditujukan kepada produk tersebut, bukan mengarah kepada lembaga, kelompok maupun orang.
“Menurut Teradu, frase tersebut sebagai suatu hal yang lumrah dan biasa disebut untuk sebuah produk yang tidak jelas dan tidak tegas sehingga tujuan dari produk itu sulit diterjemahkan untuk menentukan langkah-langkah dan tindakan yang akan dilaksanakan,” terang Benny.
Majelis sidang terdiri dari Ketua DKPP Harjono selaku Ketua Majelis bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Barat sebagai Anggota majelis, yakni M. Mufti Syarfie (unsur Masyarakat), Surya Eftrimen (unsur Bawaslu), Gabriel Daulai (unsur KPU).
Sidang ini berlangsung melalui sambungan video yang menghubungkan antara Ruang Sidang DKPP, Jakarta, dengan Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang. Ketua majelis berada di Jakarta, sedangkan Anggota majelis beserta Pengadu dan Teradu berada di Kota Padang. [Humas DKPP]