Jakarta, DKPP — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu nomor perkara 112-PKE-DKPP/V/2019 melalui video conference, pada Jumat (21/6/2019).
Dimulai pada pukul 09.00 WIB, sidang pemeriksaan melalui video conference ini dilakukan oleh Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm selaku Ketua majelis berada di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Sedangkan anggota majelis dan para pihak yang beperkara berada di kantor KPU Provinsi Kalimantan Tengah, Kota Palangkaraya.
Pengadu dari perkara ini adalah Anggota DPRD Kabupaten Barito Utara, Denny Hermanto Sumarna. Lewat kuasa hukumnya, yaitu Franditya Utomo dan Aristarkhus Sihombing, Denny mengadukan Ketua KPU Kabupaten Barito Utara, Malik Muliawan.
Selain itu, terdapat juga pihak terkait, yaitu Anggota KPU Kabupaten Barito Utara dan Anggota Bawaslu Kabupaten Barito Utara.
Dalam pokok aduan, Denny menduga bahwa KPU Kabupaten Barito Utara telah berbuat sewenang-wenang dalam mengeluarkan Surat Keputusan (SK) No. 43/HK.03.1-Kpt/6205/KPU-kab/IV/2019. SK yang menjadi dasar hukum dari Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 37 Pangkuh Raya Kelurahan Melayu Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara pada 24 April 2019 ini diduga cacat hukum dan rekayasa belaka.
Menurut Denny, melalui putusan tersebut, Teradu telah merekayasa PSU sehingga memberikan keuntungan yang signifikan terhadap salah satu calon peserta Pemilu anggota DPRD Kabupaten Barito Utara Daerah Pemilihan Barito Utara I dari PDI Perjuangan.
“Ada indikasi dugaan konflik kepentingan (conflict of interest) antara Teradu dengan salah seorang peserta Pemilu. Keduanya memiliki hubungan kekerabatan atau kekeluargaan,” kata Denny.
Aduan ini pun dibantah oleh Malik selaku Teradu dalam perkara ini. Ia menerangkan, KPU Kabupaten Barito Utara melakukan kajian dugaan pelanggaran penyelenggaraan Pemilu di TPS 37 Pangkuhraya, Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah, berdasarkan temuan Panwaslu Kecamatan Teweh Tengah dan keterangan serta penjelasan dari PPK, PPS dan KPPS dan dengan merujuk ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pasal 18 huruf I UU Pemilu berbunyi, “KPU Kabupaten/Kota bertugas menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota”.
Sedangkan pada Pasal 372 ayat (2) huruf d menyebutkan apabila Petugas TPS menemukan adanya pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik serta tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) maupun Daftar Pemilih Tambahan, PSU wajib diadakan.
Selain itu, Denny juga menyebut Pasal 373 ayat (1), (2) dan (3) UU Pemilu sebagai landasan hukum diadakannya PSU di TPS 37 Pangkuhraya, Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara.
KPU Kabupaten Barito Utara, jelasnya, juga telah menjalankan mekanisme kerja yang bersifat kolektif kolegial. Ia menegaskan, pihaknya selalu selalu menggunakan mekanisme Rapat Pleno dalam setiap pengambilan keputusan.
“Penetapan Pemungutan Suara Ulang di TPS 37 Pangkuhraya Kelurahan Melayu Kecamatan Teweh Tengah, secara tanggung jawab kelembagaan KPU Kabupaten Barito Utara telah melaporkan ke KPU Provinsi Kalimantan Tengah yang secara berjenjang pihak KPU Provinsi Kalimantan Tengah juga telah melaporkan ke KPU RI di Jakarta,” pungkasnya.
Majelis sidang perkara ini terdiri atas Anggota DKPP Alfitra Salamm selaku Ketua majelis bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Kalimantan Tengah selaku anggota majelis, yaitu Hj. Zainap Hartati (unsur masyarakat), Siti Wahidah (unsur Bawaslu) dan Sapta Tjita (unsur KPU). [teten jamaludin]