Palu, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor: 188-PKE-DKPP/VIII/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu, Senin (27/10/2025).
Perkara ini diadukan oleh Agus Bakri dan Rano Karno. Para teradu mengadukan Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tengah, Risvirenol, serta dua anggotanya yakni Christian A. Oruwo dan Darmiati ( masing-masing sebagai Teradu I sampai III).
Para teradu didalilkan tidak menghadiri rapat pleno terbuka penetapan hasil rekapitulasi Pemuktahiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan II Tahun 2025. Akibatnya, rapat tidak dapat dilanjutkan karena tidak kuorum.
Meski seluruh stekeholder dan KPU kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah telah hadir, rapat tidak bisa dilanjutkan. Menurut pengadu, persoalan PDPB sangat penting mengingat akan basis data dalam proses penyusunan daftar pemilih pada pemilu mendatang.
“Ketidakhadiran para teradu dalam rangka mengantar laporan ke KPU RI di Jakarta merupakan tindakan tidak profesional yang bertentangan dengan prinsip tertib dan prinsip profesional,” ungkap pengadu, Agus Bakri.
Kegiatan para teradu di Jakarta dinilai tidak terlalu penting dan bisa didelegasikan kepada pejabat di lingkungan Sekretariat KPU Provinsi Sulawesi Tengah. Menurut pengadu, kegiatan tersebut dapat dilakukan pada saat tidak ada jadwal rapat pleno.
“Para teradu telah abai dengan tugas dan tangung jawabnya sebagai penyelenggara pemilu. Sehingga sangat patut diberikan sanksi tegas oleh DKPP,” tegasnya.
Para teradu membantah telah lebih mengutamakan perjalanan dinas ke Jakarta dibandingkan dengan menghadiri rapat pleno PDPB Triwulan II Tahun 2025. Menurut para teradu, hingga menjelang agenda kepergian mereka ke Jakarta, belum ada kepastian pelaksanaan PDPB dan berdasarkan infromasi sementara saat itu, rapat bisa dilakukan secara daring.
Teradu II, Christian A. Oruwo mengungkapkan dirinya serta dua teradu lainnya melakukan perjalanan dinas ke Jakarta dalam rangka pendampingan dari KPU Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Banggai. Kedua KPU kabupaten tersebut mengajukan surat permohonan pendampingan kepada KPU provinsi Sulawesi Tengah.
“Kordiv KPU Provinsi Sulawesi Tengah tidak memberikan informasi lebih lanjut mengenai kepastian rapat pleno PPDB. Karena itu, Teradu I dan II melaksanakan pendampingan kepada KPU Parigi Moutong dan Teradu III mendampingi KPU Banggai,” ungkapnya.
Para teradu menilai kisruh pelaksanaan rapat pleno terbuka penetapan hasil rekapitulasi PDPB Triwulan II Tahun 2025, disebabkan ketidakterbukaan dua anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah lainnya yang tidak diadukan.
Ditegaskan Teradu II, perihal rapat pleno tidak kuorum telah diatur dalam PKPU 8 Tahun 2019 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PKPU 5 Tahun 2022 Tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 62 ayat 7, dijabarkan Teradu II, jika tidak tercapai kuorum, rapat pleno terbuka ditunda paling lama tiga jam. Kemudian dalam ayat selanjutnya dijelaskan yang pada pokoknya jika tetap tidak tercapai kuorum dapat dilanjutkan tanpa memperhatikan kuorum.
“Jadi sebenarnya tidak perlu dibubarkan jika tidak kuorum karena sudah ada aturannya. Hal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila ada komunikasi yang baik antar sesama Anggota KPU Provinsi Sulawesu Tengah,”paparnya.
Sebagai informasi, dalam sidang pemeriksaan ini hadir sebagai pihak terkait yakni Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah, dua Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah yang tidak diadukan, serta Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Tengah.
Sidang dipimpin Ketua Majelis, Ratna Dewi Pettalolo, didampingi dua Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tengah yakni: Ritha Safitri (unsur masyarakat) dan Dewi Tisnawaty (unsur Bawaslu). (Humas DKPP)


