Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) dengan perkara nomor 35-PKE-DKPP/III/2020 pada Selasa (9/6/2020), pukul 13.00 WIB.
Perkara ini diadukan oleh Subhan Saputera. Ia mengadukan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), yaitu Sarmuji, Siswandi Reya’an, Nur Zazin, Edy Ariansyah dan Hatmiati.
Kelima nama di atas diadukan karena diduga tidak profesional dalam memverifikasi berkas administrasi Bakal Calon Legislatif (Bacaleg), di mana terdapat SKCK yang dikeluarkan oleh Polres Banjar pada Pemilu 2019. Padahal, sesuai dengan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota serta SK KPU Nomor 876//PL.01.4-Kpt/06/KPU/VII/2018, seharusnya SKCK tersebut dikeluarkan oleh Polda Kalsel.
Bacaleg yang dimaksud adalah H. Rusli. Saat ini, nama tersebut sudah menjabat sebagai Anggota DPRD Provinsi Kalsel.
Selain itu, lanjut Subhan, para Teradu diduga sengaja menyembunyikan status H. Rusli yang pernah menjadi terpidana dalam kasus illegal logging saat mencalonkan diri sebagai Anggota DPRD Provinsi Kalsel saat Pemilu 2019.
Dalam sidang, Ketua KPU Provinsi Kalsel yang menjadi Teradu I, Sarmuji mengakui bahwa pihaknya sudah mengetahui SKCK dari Bacaleg bernama H. Rusli dikeluarkan oleh Polres Banjar.
Menurutnya, tidak ada peraturan yang menyebutkan rincian tentang pihak-pihak yang mengeluarkan SKCK saat seseorang mencalonkan diri sebagai Caleg DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI atau pun DPD RI.
“Tapi dari 622 calon Dapil II Kalsel, hanya ada dua calon yg menggunakan SKCK dari Polres, yang lain dari Polda Kalsel,” ujar Sarmuji.
Hal senada diungkapkan oleh Anggota KPU Provinsi Kalsel yang berstatus sebagai Teradu IV, Edy Ariansyah.
“Dalam Pasal 8 ayat 1 huruf D PKPU 20/2018 hanya tertulis surat keterangan catatan kepolisian,” jelas Edy.
Sementara terkait status narapidana yang pernah disandang oleh H. Rusli, Edy mengakui bahwa pihaknya tidak mengetahui hal tersebut karena yang bersangkutan tidak melampirkannya dalam dokumen yang diserahkan kepada KPU Provinsi Kalsel saat tahapan pendaftaran Pemilu 2019.
“Saudara H. Rusli tidak melampirkan hal tersebut karena tidak ada surat keterangan dari pengadilan yang menerangkan bahwa yang bersangkutan adalah mantan narapidana,” ucap Edy.
Namun, ia menambahkan bahwa dalam Pasal 7 ayat 4 huruf a PKPU 20/2018 disebutkan bahwa para mantan narapidana harus terbuka dan jujur mengakui kepada publik serta mencantumkan dalam CV. Selain itu, eks narapidana yang menjadi Bacaleg harus melampirkan surat keterangan dari pengadilan, lapas, lalu putusan pengadilan dan mengumumkan kepada media massa.
Penjelasan para Teradu ditambah dengan keterangan dari Bawaslu Provinsi Kalsel yang hadir sebagai Pihak Terkait. Menurut para Pihak Terkait, selama tahapan pendaftaran Calon Anggota DPRD Provinsi Kalsel pada Pemilu 2019 lalu, tidak ada satu pun temuan atau laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh H. Rusli.
“Untuk perkara ini, kami baru mendapatkan informasinya saat pengadu mengajukan aduan,” jelas salah satu Anggota Bawaslu Provinsi Kalsel.
Untuk diketahui, sidang ini diadakan secara virtual dengan Ketua Majelis berada di kediamannya dan para pihak berada di daerah mereka masing-masing.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo yang bertindak sebagai Ketua majelis, bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Kalsel sebagai Anggota majelis, yaitu Abdul Halim Barkatullah (unsur Masyarakat) dan Erna Kasypiah (unsur Bawaslu).
Keinginan Pengadu
Selain pihak-pihak di atas, sidang ini juga diikuti oleh perwakilan dari Polres Banjar yang dihadirkan sebagai Pihak Terkait.
Kepada majelis sidang, perwakilan dari Polres Banjar mengungkapkan bahwa pihaknya tetap memberikan pelayanan kepada yang bersangkutan, tidak memandang siapa pun orangnya.
Ia mengakui bahwa memang Polres Banjar lah yang mengeluarkan SKCK untuk H. Rusli untuk keperluan Pemilu 2019. “Dalam SKCK tidak disebutkan tindak pidana karena kami mengacu pada keterangan dari yang bersangkutan,” ujarnya.
Setelah mendengar dari semua pihak, Subhan selaku Pengadu mengungkapkan bahwa dirinya tidak memiliki motif atau tendensi untuk memberhentikan para Teradu dari jabatannya.
Namun ia menilai para Teradu telah lalai dalam mengurus syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Bacaleg. “Saya menganggap (perkara) ini sebagai kelalaian dari Pengadu. Dan saya tidak ingin ini terjadi lagi di Kalimantan Selatan,” ucap Subhan.
Pria yang juga menjabat sebagai Koordinator LSM Gerakan Banua Untuk Kalimantan Selatan ini mengungkapkan, hal ini terungkap setelah adanya unjuk rasa pada 22 Juli 2019 di depan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan. Unjuk rasa ini dilakukan oleh sejumlah masyarakat untuk memprotes dugaan ijazah palsu milik Anggota DPRD Provinsi Kalsel, H. Rusli.
Ia menambahkan, kelalaian dari penyelenggara pemilu terkait syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Bacaleg sangatlah fatal jika Bacaleg tersebut terpilih menjadi wakil rakyat.
“Dalam kasus illegal logging, H. Rusli juga ditangkap oleh Polres Banjar. Mustahil jika tidak ada catatan terkait hal ini saat mengeluarkan SKCK,” tambahnya. [Humas DKPP]