Padang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dalam perkara nomor 248-PKE-DKPP/X/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, pada Kamis, (13/3/2025).
Perkara ini diadukan oleh Guspiarman yang memberikan kuasa kepada Diana Febriani. Sementara teradu dalam perkara ini adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Agam, Suhendra.
Pengadu mendalilkan teradu telah melanggar ketentuan Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95 dan Pasal 96 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, karena telah menghentikan laporan Syamsul Bahri ke Bawaslu Kabupaten Agam.
Awalnya, Syamsul Bahri melaporkan tindakan Caleg Nomor Urut 1, Dapil 4, dari Partai Nasdem atas nama Ais Bakri yang menurutnya telah mengiming-imingi masyarakat dengan membuat perjanjian tertulis bermaterai dengan warga Jorong Sungai Baringin, Nagari Panampuang.
Dalam perjanjian itu disebutkan, bahwa apabila Ais Bakri memperoleh suara dari TPS-TPS di wilayah tersebut dan dilantik sebagai Anggota DPRD Kabupaten Agam periode 2024–2029, maka ia akan memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam bentuk Dana Aspirasi/Dana Pokok Pikiran Anggota DPRD Kabupaten Agam dengan nilai Rp 150.000.000, Rp 100.000.000, atau Rp 50.000.000, bergantung pada jumlah suara yang diperoleh.
Guspiarman mengungkapkan bahwa teradu tidak menindaklanjuti laporan tersebut, dengan alasan tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi unsur pelanggaran pidana pemilu.
“Dengan mudahnya Bawaslu Kabupaten Agam mengatakan tidak cukup bukti, sementara saksi yang tertulis di surat perjanjian yang dibuat oleh Ais Bakri tidak pernah diperiksa,”ujarnya.
Menurut pengadu, Bawaslu tidak melakukan tugas pengawasan dengan serius karena tidak memeriksa saksi pelapor hanya dengan alasan bahwa para saksi tidak hadir pada saat klarifikasi.
Jawaban Teradu
Ketua Bawaslu Kabupaten Agam, Suhendra, membantah seluruh dalil pengadu kepada dirinya.
Terkait laporan Syamsul Bahri mengenai dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu, menurut Suhendra, awalnya diterima oleh Panwaslu Kecamatan Ampek Angkek pada 21 Februari 2024 dan dilakukan kajian awal.
Teradu juga menyampaikan bahwa pada kajian awal, laporan dinilai telah memenuhi syarat formil dan materiel sebagai dugaan pelanggaran pidana pemilu.
Setelah dinyatakan memenuhi syarat formil dan materiel, Bawaslu Kabupaten Agam mengambil alih laporan tersebut dengan berpedoman pada Pasal 40 Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022.
“Setelah laporan di ambil alih dan diregistrasi, Bawaslu Kabupaten Agam melakukan rapat pleno pembahasan pertama bersama Sentra Gakkumdu Kabupaten Agam,” ujarnya.
Kesimpulan hasil pleno pembahasan menyepakati untuk melanjutkan klarifikasi terhadap pelapor, saksi-saksi dan terlapor.
Setelah melakukan klarifikasi, Suhendra menambahkan, Bawaslu Kabupaten Agam melaksanakan rapat pleno kembali dengan kesimpulan bahwa laporan tersebut tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran tindak pidana pemilu dan tidak akan diteruskan kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Teradu mengutip Pasal 185 Ayat (2) KUHAP yang mengharuskan adanya dua saksi yang konsisten untuk bisa dijadikan dasar laporan pidana. Dalam hal ini, ada dua saksi yang memberikan keterangan, dan keterangan tersebut tidak saling mendukung.
“Pada saat pleno, kami melihat bahwa hasil verifikasi tidak ditemukan bukti yang jelas dari keterangan saksi mengenai asal muasal dari surat perjanjian tersebut,” paparnya.
Menurut teradu, Bawaslu Kabupaten Agam tidak menindaklanjuti laporan Syamsul Bahri karena tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran tindak pidana pemilu.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis, Ratna Dewi Pettalolo, yang didampingi oleh tiga anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Barat: Hardi Putra Wirman (unsur masyarakat), Hamdan (unsur KPU), dan Muhammad Khadafi (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]