Bukittinggi, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Anggota KPU Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Izwaryani, dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Kantor KPU Kota Bukittinggi, Sumbar, Jumat (5/3/2021), pukul 09.00 WIB.
Izwaryani menjadi Teradu dalam dua perkara, yaitu Perkara Nomor 60-PKE-DKPP/I/2021 dan Perkara Nomor 76-PKE-DKPP/II/2021.
Perkara Nomor 60-PKE-DKPP/I/2021 diadukan oleh Boby Lukman Suardi, sedangkan Perkara Nomor 76-PKE-DKPP/II/2021 diadukan oleh Yusak David Pingah.
Keduanya mendalilkan hal yang sama, yaitu terkait pernyataan yang dilontarkan Izwaryani saat salah satu Calon Gubernur Sumbar dalam Pilkada 2020, Ir. H. Mulyadi, ditetapkan sebagai Tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri. Pernyataan tersebut diduga melanggar KEPP karena kepada awak media, Izwaryani menyatakan, “Mulyadi batal jadi Cagub jika terbukti bersalah”.
Pernyataan ini juga disampaikan pada saat masa tenang sehingga, kata Pengadu, Mulyadi dan Cawagubnya tidak lagi dapat melakukan pembelaan diri karena tidak diizinkan melakukan kampanye di masa tenang.
Dalam Perkara Nomor 60-PKE-DKPP/I/2021, Pengadu juga menyebut Izwaryani telah diprotes oleh masyarakat dan sejumlah tim pendukung karena membiarkan foto Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Nomor Urut 2 terpasang sebagai baliho resmi KPU dengan tanda paku.
Dalil-dalil di atas pun dibantah oleh Izwaryani. Menurutnya, kalimat yang tertera dalam berita sebagaimana disebutkan Pengadu bukanlah kalimat yang diucapkannya, melainkan kutipan yang dipenggal-penggal dari kalimat yang ia ucapkan saat diwawancarai oleh awak media.
Dari kronologi yang diungkapkan oleh Izwaryani, terdapat tiga pertanyaan yang dilontarkan wartawan kepadanya pada 5 Desember 2020.
Pertanyaan pertama adalah terkait pengaruh penetapan tersangka Mulyadi oleh Bareskrim Polri terhadap status calon gubernur.
“Saya menjawab tidak ada pengaruhnya,” ucapnya.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah penetapan tersangka ini dapat membuat pencalonan Mulyadi dapat dicabut.
“Saya menjawab, putusan yang akan kita pertimbangkan adalah putusan yang inkracht. Kalau putusan inkracht memerintahkan untuk batalkan, kita akan batalkan. Jadi tergantung putusan inkracht pengadilan,” terang Izwaryani.
Pertanyaan terakhir, tambahnya, yaitu bagaimana jika putusan inkracht terbit setelah pemungutan suara Pilkada usai.
“Lalu saya menjawab, jika putusannya inkracht setelah penetapan calon, dan memerintahkan pembatalan, maka akan dilakukan pembatalan sesuai putusan pengadilan,” tutur Izwaryani.
Terkait kalimat “Mulyadi batal jadi calon jika terbukti salah”, katanya, bukanlah kalimat yang ia lontarkan kepada wartawan saat wawancara terjadi.
“Di sini kalimat saya dikutip dan dipenggal-penggal, jadi akibat penggalan dari kalimat saya yang berbeda tentu saja bukan jadi tanggung jawab saya lagi, melainkan jadi tanggung jawab orang yang membuat berita itu,” tandasnya.
Selanjutnya, Izwaryani menerangkan bahwa 5 Desember 2020 masih terhitung masa kampanye karena masa tenang baru dimulai pada 6 Desember 2020. Sehingga sah-sah saja kalau kubu Mulyadi menyampaikan pembelaan atau klarifikasi kepada wartawan.
Kalau pun berita tersebut keluar pada masa tenang, jelas Izwaryani, kubu Mulyadi pun dapat menyampaikan hak jawab kepada media yang bersangkutan.
“Dan itu bisa dilakukan di masa tenang karena itu bukan kampanye lagi,” tutupnya.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm yang bertindak sebagai Ketua Majelis. Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumbar, yaitu Muhammad Mufti Syarfie (Unsur Masyarakat) dan Elly Yanti (Unsur Bawaslu). [Humas DKPP]