Palembang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 123-PKE-DKPP/III/2021 di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Kota Palembang, pada Selasa (4/5/2021) pukul 09.00 WIB.
Perkara ini diadukan oleh EF Thana Yudha, yang memberikan kuasa kepada Rio Sjefa. Sedangkan pihak Teradu adalah Anggota KPU Kota Prabumulih, Andry Swantana.
Pokok perkara terkait dugaan Andry Swantana melalui Bambang Heriadi tanggal 14 April 2019 jam 21.51 WIB menjanjikan suara pemilihan sebanyak 20.000 suara. Rinciannya 10.000 suara untuk wilayah Prabumulih dan 10.000 suara untuk wilayah Muara Enim dengan harga Rp 20.000,- per suara.
“Saya ditawari lewat WA dan telepon,” kata Thana Yudha.
Menurutnya, total jumlah diminta Teradu mencapai Rp 350 juta. Uang tersebut diterima Teradu via Bambang Heriadi tanggal 15 April 2019, akan tetapi satu suara pun tidak Pengadu dapatkan.
“Saya ditawari suara oleh Pengadu. Dan sampai detik ini tidak ada penjelasan soal suara ini,” kata Thana Yudha.
“Mereka melakukan kebohongan secara bersama-sama menggunakan jabatan sebagai Anggota KPU Kota Prabumulih,” imbuhnya.
Dalam sidang, Thana pun menyertakan sejumlah alat bukti, seperti percakapan dalam aplikasi Whats App dan kuitansi penyerahan uang sebesar Rp 15 juta.
Tuduhan di atas pun dibantah oleh Andry Swantana. Menurutnya, ia tidak pernah bertemu dengan Thana Yudha, melainkan hanya pernah bertemu dengan adik kandung dari Thana Yudha.
Pertemuan itu pun terjadi karena memang dirinya terus dikejar-kejar oleh Thana. “Saya kaget dengan tuduhan-tuduhan yang diarahkan ke saya dan kenapa saudara Pengadu mengejar-ngejar saya. Saya pun menghadapi karena memang saya tidak merasa menerima dan tidak merasa menjanjikan,” ungkapnya.
Kendati demikian, Andry mengaku bahwa dirinya memang pernah ditawari oleh Bambang Heriadi untuk membantu perolehan suara Thana Yudha dalam Pemilu 2019.
“Saya jelas menolak saat saudara Bambang menawarkan (tukar guling suara, red.). Saya katakan tidak bisa,” terang Andry.
Ia menambahkan, kuitansi yang dihadirkan oleh Pengadu dalam sidang bukanlah terkait kesepakatan tukar guling suara dengan sejumlah uang. Melainkan kuitansi utang piutang dengan Bambang Heriyadi.
Andry mengisahkan, ia meminjam uang karena kehabisan modal untuk menjalankan bisnisnya.
“Saya sudah kenal lama sejak 2002 atau 2003. Pada 2016 saya kehabisan modal dan pinjam uang ke beliau,” ujarnya.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Mochammad Afifuddin yang bertindak sebagai Ketua Majelis. Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumsel yang menjadi Anggota Majelis, yaitu Andika Pranata Jaya (unsur Masyarakat), Hendri Almawijaya (unsur KPU), dan Junaidi (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]