Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk Nomor Perkara 227-PKE-DKPP/VIII/2019 pada Kamis (17/10/2019).
Perkara ini diadukan oleh Pengurus DPD Partai Gerindra Provinsi Papua, VIktorianus Ohoiwutun, yang memberikan Kuasa kepada Yansen Marudut Simbolon. Keduanya mengadukan Anggota Bawaslu Provinsi Papua, Amandus Situmorang.
Dalam pokok aduannya, Pengadu menyebut Teradu tidak profesional dalam menindaklanjuti laporan pelanggaran administrasi pemilu. Laporan yang dimaksud adalah laporan dari Calon Legislatif (Caleg) DPR Papua (DPRP) dari Partai Gerindra, Ronald Engko.
“Pengadu telah menerima dan memutus laporan dari Ronald Engko Nomor 001/LP/PL/PTS.ADM/PROV/33.00/VII/2019, yang sebelumnya telah diputus oleh Bawaslu RI dengan Putusan Nomor 64/LP/PL/ADM/RI/00.00/VI/2019,” kata Yansen.
Laporan yang dibuat Ronald pada pokoknya mempermasalahkan penetapan rekapitulasi penghitungan suara DPRD Provinsi untuk Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Kota Jayapura oleh KPU Provinsi Papua. Dapil 1 Kota Jayapura merupakan “area pertarungan” Ronald.
Menurut Yansen, Bawaslu RI telah menyatakan Laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilihan yang dilaporkan Ronald Engko tidak diterima dan tidak ditindaklanjuti dengan sidang pemeriksaan.
“Karena tidak memenuhi syarat materiil, di mana peristiwa dugaan pelanggaran administratif pemilu yang dilaporkan oleh pelapor melebihi batas waktu pelaporan yang ditentukan, yakni tujuh hari sejak diketahui,” jelas Yansen.
Yansen menambahkan, Amandus berlaku tidak profesional karena tetap menerima laporan Ronald meskipun telah mengetahui dugaan pelanggaran yang dilaporkan telah melewati tenggat waktu yang telah ditentukan.
“Padahal dalam ketentuan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 dinyatakan apabila laporan pelanggaran administrasi pemilihan yang dilaporkan tidak memenuhi syarat formil dan materiil, laporan tidak diterima,” terang Yansen.
Yansen mengungkapkan, dugaan pelanggaran yang dilaporkan Ronald terjadi saat KPU Provinsi Papua menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu Legislatif Tahun 2019 untuk DPRP pada 19 Mei 2019.
Ronald sendiri baru melaporkan dugaan pelanggaran tersebut ke Bawaslu RI pada 10 Juni 2019 dan Bawaslu Provinsi Papua pada 11 Juni 2019.
Sementara itu, Amandus membantah dalil yang disebutkan oleh Yansen. Menurutnya, laporan Ronald masih belum melewati tenggat waktu yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan saat diterima Bawaslu Provinsi Papua.
“Pelapor Ronald Engko mengetahui peristiwa dugaan pelanggaran Pemilu pada 20 Mei 2019 di mana Pelapor mendapatkan salinan hasil Pleno Penetapan Perolehan Suara Calon Anggota Legislatif DPRD Dapil 1 Papua dalam Formulir DC-1 DPRD yang tidak sesuai dengan hasil DB-1 DPRP yang ditetapkan oleh KPU Kota Jayapura,” terang Amandus.
Ia menambahkan, keputusan untuk menerima laporan yang dibuat Ronald tidak diputuskan oleh dirinya sendiri, melainkan berdasar pleno yang dihadiri oleh Ketua dan semua Anggota Bawaslu Provinsi Papua.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Prof. Muhammad selaku Ketua Majelis, bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Papua sebagai Anggota Majelis, yaitu Fegie Y. Wattimena (unsur Masyarakat) dan Metusalak Infandi (unsur Bawaslu).
Sidang ini dilakukan melalui sambungan video (video conference) yang menghubungkan antara Ruang Sidang DKPP di Jakarta, dengan Kantor Bawaslu Provinsi Papua, Jayapura. Kecuali dua anggota majelis, semua pihak berada di Ruang Sidang DKPP. [Humas DKPP]