Jakarta, DKPP – Penyelesaian masalah-masalah dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia disebut sudah lebih beradab. Demikian disampaikan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) J. Kristiadi dalam kegiatan Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media (Ngetren Media) di Jakarta, Jumat (24/11/2023).
Menurut pria yang akrab disapa Kris ini, adab dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam Pemilu lebih tinggi karena masyarakat sudah mengetahui jalur-jalur untuk mencari keadilan.
“Oh prosedurnya lewat Bawaslu, DKPP dan sebagainya. Nah ini yang harusnya menjadi aset kita ya, artinya sebetulnya rakyat itu ada pada peradaban sistem yang instrumental ini,” katanya.
Kris menambahkan, perilaku masyarakat yang mencari keadilan melalui Bawaslu atau DKPP dalam menyelesaikan problematika Pemilu merupakan bukti bahwa Pemilu di Indonesia lebih beradab.
Jika tidak beradab, katanya, bukan tidak mungkin akan tercipta konflik horizontal akibat permasalahan dalam Pemilu. Hal ini disimpulkannya berdasar pengalamannya saat menjadi Majelis dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang dilakukan DKPP.
“DKPP umurnya sudah 11 tahun dan rakyat sebetulnya sudah tahu, sudah ada tingkat peradaban kita. Kalau ada konflik yang berhubungan dengan pemilu, meskipun masih sederhana, tapi mereka sudah mengerti bagaimana diselesaikan dan masyarakat mau menerima putusan itu (DKPP, red.),” terang Kris.
Pria yang puluhan tahun menjadi peneliti CSIS ini menambahkan proses penyelesaian masalah atau sengketa pemilu memang penting, akan tetapi menurutnya kesadaran masyarakat untuk menyelesaikan semua masalah tanpa konflik adalah jauh lebih penting.
“Tidak usah perang suku, tidak usah bentrok, tidak main celurit karena sudah ada instrumen dan sebagainya, bahwa sebetulnya tingkat peradaban masyarakat kita sudah sampai seperti itu,” kata Kris.
Untuk diketahui, kegiatan Ngetren Media ini dihadiri oleh puluhan insan pers. Selain Kris, kegiatan ini juga menghadirkan Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.
Dalam kesempatan ini, Titi mengatakan, Pemilu yang bermartabat adalah soal kepercayaan publik. Dalam Pemilu yang bermartabat, katanya, publik percaya bahwa tidak adanya hak-hak yang diganggu dan publik juga percaya jika tidak terdapat intimidasi saat mereka menggunakan hak pilih sesuai kehendaknya.
“Pemilu itu tidak hanya rutinitas lima tahunan, tapi juga harus bermakna, meaningful election,” katanya.
Selain itu, Titi juga mengingatkan bahwa sebuah Pemilu yang bermartabat harus bebas dari subversi. Ia menambahkan, subversi Pemilu adalah sebuah eksploitasi penyalahgunaan hukum untuk menempatkan seorang kandidat ke jabatan terpilih.
Eksploitasi ini, katanya, juga sangat mungkin akan dialami oleh penyelenggara Pemilu. Oleh karenanya, ia pun berpesan agar semua penyelenggara Pemilu senantiasa menjaga integritasnya.
“Penyelenggara Pemilu menjadi aktor utama yang menjalankan proses pemilihan,” tegasnya.
Pesan yang sama juga disampaikannya kepada Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, integritas penyelenggara Pemilu dan netralitas ASN adalah faktor yang sangat penting dalam mewujudkan Pemilu yang bermartabat sehingga hasil dari Pemilu mendapatkan legitimasi dari seluruh rakyat.
“Kalau publik meragukan legitimasi hasil pemilu, pemerintahan yang terbentuk tidak akan bisa bekerja secara efektif karena dia akan terus dirongrong dengan narasi pemilu curang dan manipulatif,” tutupnya. [Humas DKPP]