Jakarta, DKPP- Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) tentang
Penyelenggaraan Pemilu DPR, Rabu (7/12), menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP)
dengan KPU, Bawaslu, dan DKPP. RDP yang dilaksanakan di Gedung Nusantara II
kali ini untuk mendengarkan usulan tiga lembaga itu terkait RUU Penyelanggaraan
Pemilu.
RUU Penyelenggaraan Pemilu, seperti disampaikan oleh pimpinan rapat Ahmad Riza
Patria, adalah gabungan dari tiga undang-undang terkait pemilu. Ketiganya
adalah UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pileg, dan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
“Penyusunan RUU juga tidak lepas adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal
penyelenggaraan Pileg dan Pilpres secara berbarengan pada 2019,†ungkap wakil
ketua Pansus itu.
Ketua DKPP memaparkan pelbagai persoalan yang dialami terkait penyelenggaraan
pemilu. Menurutnya, ada banyak tumpang tindih dalam penyelesaian perkara
pemilu. Begitu pun dengan lembaga yang menangani perkara.
“Untuk itu, penyusunan UU Penyelenggaraan Pemilu ini sangat tepat untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada dalam kepemiluan kita saat ini,â€
terang Prof Jimly.
Masalah yang terjadi, sebut Prof Jimly, misalnya adanya dua putusan dari dua
lembaga yakni Bawaslu dan PTUN, yang putusannya berbeda untuk perkara yang
sama. Akibat dua putusan berbeda ini, tahapan Pemilu menjadi terganggu. Selain
itu, masalah lain adalah adanya putusan PTUN yang menilai putusan DKPP yang
digugat oleh penyelenggara pemilu yang dipecat. Ini tidak lepas dari putusan MK
yang memberi peluang kepada pencari keadilan untuk menggugat ke pengadilan.
“Padahal sudah jelas, putusan DKPP itu final dan mengikat. Tapi hakim TUN yang
kreatif itu mengabulkan pencari keadilan. Sudah 10 lebih yang dikabulkan,†kata
Prof Jimly.
Prof Jimly mengusulkan agar RUU Peyelenggaraan Pemilu yang baru
mempertimbangkan permasalahan-permasalahan seperti yang disampaikan. Dia juga
mengingatkan bahwa karakteristik perkara pemilu berbeda dengan karakter perkara
lain. Untuk itu penyelesaiannya pun harus berbeda, termasuk lembaga yang
menanganinya. (Arif Syarwani)