Malang, DKPP – Pakar hukum tata negara Prof Dr Abdul Mukthie Fadjar memberikan pujian bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menjadi idola baru dalam sistem peradilan kita. Peradilan etika lebih jauh lebih efektif dibanding dengan sistem peradilan hukum.
Demikian disampaikan dalam Seminar Publik Penegakan Hukum Pemilu yang diselenggarakan Constitusional and Electoral Reform Centre (Correct) kerjasama dengan The Asia Foundation dan Badan konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Malang di Hotel Tugu, Jalan Tugu Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (12/09) sekitar pukul 13.00 WIB. Dalam acara tersebut, selain Abdul Muktie, narasumber lainnya Direktur Eksekutif Correct Refly Harun, anggota DKPP Nur Hidayat Sardini dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Mohammad Najih. Selaku moderator Ahmad Irawan.
“Putusan-putusan DKPP telah memberikan sanksi terhadap Penyelenggara Pemilu. Sehingga DKPP ini menjadi idola baru bagi para pencari keadilan. Karena saluran hukum resmi telah gagal,” jelas dosen Hukum di Universitas Brawijaya itu.
Dengan keefektifan tersebut, sehingga muncul adanya wacana yang lebih luas. Yaitu, Komisi Yudisial menjadi Mahkamah Etika. “Sekedar kajian, wacana ini perlu dieksplorasi,” ungkap mantan Hakim Konstitusi itu.
Rafli Harum pun mengapresiasi terhadap keberadaan DKPP. Lembaga ini sebagai breakthrough, telah melakukan terobosan-terobosan hukum. “Hukum ini kan tidak hanya on the paper atau di atas kertas saja. Breakthrough di DKPP ini dijalankan,” tutup dia.
Sementara itu Nur Hidayat Sardini menyampaikan bahwa keberadaan DKPP sebagai lembaga yang menegakan kode etik dalam penyelenggaraan Pemilu. Institusinya memberikan sanksi terhadap penyelenggara Pemilu yang melanggar kode etik seperti di antaranya tidak independen atau menghilangkan hak konstitusional.
“Sampai dengan 6 September 2013, sudah 110 perkara yang diputus. Sedangkan penyelenggara Pemilu yang mendapatkan sanksi berupa pemberhentian tetap sebanyak 93 orang, pemberhentian sementara 8 orang, peringatan tertulis sebanyak 82 orang, sedangkan yagn direhab 293 orang. Jadi lebih banyak anggota penyelenggara Pemilu yang direhab ketimbang diberi sanksi,” tutup dosen ilmu politik FISIP Undip itu. (TTM)