Banda Aceh, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar Rapat Koordinasi Persiapan Teknis Sidang KEPP Perkara Nomor 45-PKE-DKPP/III/2019 Sekretariat KIP Aceh Tengah-Aceh, di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, pada Minggu (24/3). Rakor ini dipimpin langsung oleh Anggota DKPP Dr. Alfitra Salam, didampingi Tenaga Ahli Dr. Firdaus. Turut pula hadir anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Aceh yakni, Ria Fitri dan Zainal Abidin (unsur masyarakat), Tharmizi (unsur, KIP Aceh) dan Nyak Arief (unsur Panwaslih Aceh), jajaran Sekretariat KIP dan Panwaslih Aceh, serta jajaran Polda Aceh.
Untuk diketahui, perkara yang akan disidangkan esok hari, Senin (25/3), di Kantor Panwaslih Aceh bertindak sebagai Pengadu adalah Ketua dan Anggota Panwaslih Kab. Aceh Tengah a.n. Vendio Ellafdi, Darmawan Putra, dan Maryeni, sedangkan Teradu adalah Staf Sekretariat KIP Kab. Aceh Tengah a.n. Idris.
Rakor ini digelar selain sebagai ajang silaturahmi stakeholder terkait, juga sebagai media untuk menggali persiapan dan kesiapan pelaksanaan sidang esok, baik dari segi teknis maupun keamanan, serta mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi.
Mengawali paparannya, Alfitra berpesan bahwa jelang pesta demokrasi pada tanggal 17 April 2019 mendatang, KIP Aceh wajib untuk memastikan regulasi-regulasi baru seperti keputusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan syarat WN yang menjadi pemilih. Hal ini perlu diantisipasi mengingat surat suara tambahan hanya 2{a942cb99e82172e4bfcdcfa80ee52d8b5ef0cf7bf0cf93f7ddb3fad4eee8c6b8}. Bisa jadi hal ini di luar prediksi KIP sendiri, dan form A5 yang sudah melebihi harus dapat diantisipasi. Seharusnya dapat ditegaskan bahwa tidak semua orang dapat menggunakan Form A5 sebab ada aturan peruntukkannya. Kemudian, terkait distribusi surat suara di Aceh, jangan sampai ada kelalaian seperti yang baru-baru ini terjadi. Hal ini berpotensi terhadap pelanggaran etik.
“Potensi pelanggaran etik berkaitan erat dengan distribusi surat suara, seperti lalai dan tidak cermat atau tidak profesional, misalnya,” tutur dia.
Kemudian, bagi Pengawas di TPS, Alfitra juga berpesan agar sentiasa menjaga kesehatan, selalu fit, karena bagaimana pun mereka akan dihadapkan dengan durasi pemungutan dan penghitungan suara yang lebih panjang dari biasanya. Pemilu 17 April 2019 mendatang bisa dibilang sebagai ibunya pemilu. Segala potensi pelanggaran wajib diantisipasi secara cermat.
Dalam kesempatan tersebut, Alfitra juga menyampaikan bahwa per tanggal 15 Maret 2019, mekanisme penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di tingkat ad hoc (panwaslu kecamatan, panwaslu kelurahan/desa, dan pengawas TPS) dilaksanakan oleh jajaran penyelenggara tingkat kabupaten/kota.
“Bawaslu Kab/Kota sebagai eksekutor untuk melakukan pemeriksaan, klarifikasi, hingga memutuskan untuk pemberhentian tetap kepada penyelenggara adhoc jika ada pelanggaran kode etik,” lanjut dia.
Hal ini sesuai dengan PerDKPP No. 2 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara KEPP yang telah diubah menjadi PerDKPP No. 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Beracara KEPP, juga PerBawaslu No.4 Tahun 2019 tentang Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik Panwaslu kecamatan, panwaslu kelurahan/desa, dan pengawas TPS, yang baru-baru ini disosialisasikan.
“Aturan ini bertujuan supaya kecepatan adanya kepastian hukum, jangan sampai ada kekosongan penyelenggara pemilu di tingkat adhoc,” tutup dia. [Nur Khotimah]