Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Anggota KPU Kabupaten Kapuas, Budi Prayitno, dalam sidang pembacaan putusan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (24/8/2022).
“Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu Budi Prayitno selaku Anggota KPU Kabupaten Kapuas sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis, Dr. Alfitra Salamm, APU., ketika membaca amar putusan.
Dalam pertimbangan putusan, DKPP menilai bahwa Budi Prayitno terbukti menjadi aktor intelektual yang mengatur pengadaan APD di KPU Kabupaten Kapuas dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2020 yang menggunakan anggaran KPU Kabupaten Kapuas untuk Tahun 2020.
Anggota Majelis, Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H., M.Si., mengungkapkan, Budi Prayitno mendatangi salah satu rekanan penyedia APD yang dihadirkan dalam saksi dalam sidang pemeriksaan perkara ini, Syarpani. Menurut Teguh, Budi mendatangi Syarpani untuk meminjam perusahaan, menyediakan modal, melakukan pembelian/belanja APD memberi fee kepada perusahaan penyedia barang setelah dilakukan penandatanganan kontrak.
“Setelah APD diterima, KPU Kabupaten Kapuas melakukan transfer ke rekening Perusahaan milik Saksi. Uang tersebut dicairkan oleh saksi kemudian diserahkan kembali kepada Teradu dan Otovianus (mantan Sekretaris KPU Kabupaten Kapuas, red.), selanjutnya Saksi (Syarpani, red.) diberi fee 2.5% dari total pembayaran pengadaan APD,” terang Teguh.
Penyimpangan pengadaan APD a quo ini, jelas Teguh, saat ini telah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Kapuas dan Budi telah ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-1282/O.2.12/Fd.1/07/2022 tanggal 8 Juli 2022.
Selain itu, berdasarkan hasil pengawasan internal KPU, Budi juga telah diberhentikan sementara sebagai Anggota KPU Kabupaten Kapuas berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 205 Tahun 2022 Tentang Pemberhentian Sementara Anggota KPU Kabupaten Kapuas Periode 2018-2023 Atas Nama Budi Prayitno tertanggal 30 Juni 2022.
Teguh menambahkan, rangkaian fakta di atas menunjukkan sikap dan tindakan Budi terbukti melanggar Pasal 74 huruf a dan b, juncto Pasal 76 huruf e Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 74 huruf a melarang Anggota KPU, Anggota KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota melakukan perbuatan atau tindakan yang menguntungkan atau memperkaya diri sendiri, keluarga dan kerabat dari jabatan sebagai penyelenggara pemilu. Sedangkan Pasal 74 huruf b melarang Anggota KPU, Anggota KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Baca juga: DKPP Periksa Anggota KPU Kapuas Terkait Pengadaan APD
Sementara, Pasal 76 huruf e PKPU 8/2019 melarang Anggota KPU, Anggota KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota tidak berkomunikasi dengan penyedia barang dan jasa KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
“Serta wajib memberitahukan kepada publik apabila ada hubungan keluarga atau kerabat dengan penyedia barang dan jasa melalui laman KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya,” kata Teguh.
Untuk diketahui, Budi Prayitno berstatus sebagai Teradu dalam perkara nomor 29-PKE-DKPP/VII/2022 yang diadukan oleh Ketua dan empat Anggota KPU Provinsi Kalimantan Tengah (KPU Kalteng), yaitu Harmain, Wawan Wiraatmaja, Sastriadi, Eko Wahyu Sulistiobudi, dan Sapta Tjita.
Perkara ini telah disidangkan oleh DKPP dalam sidang virtual yang diadakan pada 12 Agustus 2022.
DKPP Ingatkan KPU Kalteng
Selain pengadaan APD, Budi juga dinilai terbukti bersalah dalam dua dalil lain oleh DKPP, yaitu tidak bekerja penuh waktu dan tidak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Budi dinilai DKPP terbukti tidak bekerja penuh waktu sebagai Anggota KPU Kabupaten Kapuas karena terbukti tidak masuk kantor. Walaupun pernah mendapat tiga kali peringatan dari KPU Kalteng.
Peringatan terakhir kepada Budi dijatuhkan KPU Kalteng pada 19 April 2022.
“Teradu seharusnya mempunyai pengetahuan bahwa sanksi administrasi oleh atasan merupakan warning sekaligus kesempatan bagi Teradu untuk melakukan perbaikan terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara Pemilu untuk bersikap proporsional dan profesional serta tidak memanfaatkan jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” ungkap Anggota Majelis Didik Supriyanto, S.IP., M.IP.
Terkait ini, DKPP pun memberikan catatan kepada KPU Kabupaten Kapuas dan KPU Kalteng. Menurut DKPP, dalam pertimbangan putusannya, KPU Kalteng selaku atasan Budi harus melakukan koordinasi dan pengawasan untuk memastikan kepatuhan Budi atas sanksi administrasi.
“Dan dalam batas tertentu mengambil tindakan nyata untuk mengendalikan dan menghentikan dampak kerugian yang ditimbulkan terhadap negara,” kata Didik.
Didik menambahkan, KPU Kalteng terkesan melakukan pembiaran karena jarak antara peringatan ketiga dengan pengaduan ke DKPP yang cukup lama, yaitu hampir sembilan bulan.
“Pengadu baru mengadukan ke DKPP pada tanggal 15 Juli 2022, sehingga terkesan melakukan pembiaran, sehingga Teradu tetap menerima gaji dari negara tanpa melaksanakan tugas sebagaimana mestinya,” ucap Didik.
Catatan serupa juga diberikan DKPP kepada kolega Budi Prayitno di KPU Kabupaten Kapuas (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Kapuas) yang dihadirkan sebagai Pihak Terkait dalam sidang pemeriksaan perkara ini. Menurut DKPP, Anggota KPU Kabupaten Kapuas yang lain harus senantiasa mengingatkan Budi agar tidak melanggar peraturan dan ketentuan yang berlaku.
“Untuk itu, DKPP penting mengingatkan kepada Pihak Terkait dan Pengadu agar memilik sense of responsibilty dengan penuh inisiatif mengambil langkah dan tindakan yang dipandang perlu untuk mengatasi dan mengendalikan keadaan yang dipandang merugikan kepentingan negara dan publik,” ungkap Didik.
Putusan lenngkap perkara ini dapat dibaca di sini [Humas DKPP]