Manokwari, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 101-PKE-DKPP/X/2020 di Kantor KPU Provinsi Papua Barat, Kota Manokwari, pada Senin (19/10/2020).
Perkara ini diadukan Orideko I. Burdam yang memberikan kuasa kepada Benediktus Jombang dan Muhammad Irfan. Duduk sebagai Teradu adalah Markus Rumsowek, Kalansina Aibini, dan Agus Salim Wahom (Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Raja Ampat) sebagai Teradu I sampai III.
Kemudian Folter Umpain, Felix Herman, dan Yessi Ramar (staf Divisi Pengawasan dan Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga Bawaslu Kabupaten Raja Ampat) sebagai Teradu IV sampai VI.
Benediktus menuturkan Teradu I, II, dan III mengeluarkan rekomendasi kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di Jakarta terkait pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan oleh Pengadu. Pengadu merupakan calon Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat sekaligus pejabat teras di Kabupaten Raja Ampat.
Namun salinan rekomendasi Teradu I, II, dan III kepada KASN di Jakarta tidak diberikan kepada Pengadu maupun kuasa hukum. Teradu dinilai tidak memiliki itikad baik kepada Pengadu yang berpasangan dengan bupati petahana di Pilkada Raja Ampat 2020.
Para Teradu dinilai tidak berintegritas, tidak profesional dan tidak netral atau tebang pilih sebagai penyelenggara pemilu. Menurut Pengadu, dalam kontestasi tersebut juga ada ASN lainnya yaitu Hasan Makasar, Kepala SMKN 2 Kabupaten Raja Ampat, yang berpasangan dengan wakil bupati petahana Manuel Piter Urbinas.
“Teradu tidak menemukan pelanggaran netralitas ASN terhadap Hasan Makasar yang merupakan seorang ASN. Bahkan mengikuti seleksi bakal calon Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat Periode 2020-2024 di Partai Golkar dan Hanura,” ujarnya.
Atas dasar itu, Pengadu meminta Majelis DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada para Teradu, terutama I, II, dan III.
Para Teradu menegaskan tidak tebang pilih dalam melakukan pengawasan selama masa pilkada. Seorang kepala kampung, anggota Polri dan 17 ASN di Kabupaten Raja Ampat telah diproses karena diduga tidak netral dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnnya.
Terkait pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan Hasan Makasar, Teradu I (Markus Rumsowek) mengatakan tidak menemukan pelanggaran seperti yang dituduhkan oleh Pengadu.
Teradu juga melakukan penelusuran jejak digital di sejumlah platform media sosial terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan oleh Hasan Makassar dengan memakai seragam Partai Golkar maupun Hanura.
“Sebagai informasi awal adalah melalui media sosial yang di posting secara umum di publik sehingga Hasan Makasar tidak di temukan dalam publikasi di media sosial. Maka tidak ada dasar dan temuan untuk melakukan penindakan pelanggaran seperti yang sampaikan Pengadu,” ungkapnya.
Teradu juga membenarkan mengirim rekomendasi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pengadu kepada KASN. Diketahui Pengadu menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Raja Ampat hadir dalam kegiatan Partai Demokrat mengenakan jaket biru berlambangkan Partai Demokrat.
Hasil klarifikasi yang dilakukan Bawaslu dengan mengundang Badan Kepegawaian Kabupaten Raja Ampat diperoleh fakta bahwa Pengadu belum memasukkan surat pengunduran diri sebagai ASN, hanya meminta persyaratan untuk mengajukan pensiun secara lisan.
“Bahwa tidak benar Teradu IV, V dan VI ikut dalam kajian awal untuk menyimpulkan temuan memenuhi syarat formil dan materil serta memberikan rekomendasi tersebut,” lanjutnya.
Sebagai infromasi, sidang pemeriksaan perkara nomor 101-PKE-DKPP/X/2020 dipimpin oleh Prof. Teguh Prasetyo sebagai Ketua majelis dengan anggota Oktofianus O. Kambu (TPD Unsur Masyarakat dan Abraham Ramandaei (TPD Unsur Bawaslu). (Humas DKPP)