Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 122-PKE-DKPP/IV/2025 di Kantor DKPP Jakarta, pada Selasa (27/5/2025).
Anggota Bawaslu Kota Jakarta Timur yakni Ahmad Syarifudin Fajar dan Prayogo Bekti Utomo menjadi teradu dalam perkara ini. Keduanya diadukan Wilson Darol Haumahu yang memberikan kuasa kepada Afrianda Anugra Marsi Gumay dan Ryan Julianto.
Kedua teradu didalilkan tidak profesional dengan menghentikan proses penghitungan suara atas insiden pencoblosan surat suara yang belum terpakai oleh petugas ketertiban dan Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Menurut kuasa pengadu, Afrianda, peristiwa dimaksud terjadi pada hari pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta 2024, tepatnya pada 27 November 2024, di TPS 28, Kelurahan Pinang Ranti. Pencoblosan surat suara belum terpakai dilakukan petugas ketertiban TPS, atas saran dari Ketua KPPS TPS 28 yang juga istri pengadu prinsipal, Reyvana Helaha.
“Saksi (pengawas TPS) kemudian melapor ke Bawaslu Kota Jakarta Timur (teradu I dan II), kemudian keduanya datang menyetop dan mengambil alih sementara penghitungan suara dan langsung melakukan rekonstruksi peristiwa tersebut,” ungkap Afrianda.
Rekonstruksi tersebut dilakukan sebelum adanya pemeriksaan dan penetapan tersangka dari Sentra Gakumdu Bawaslu Jakarta Timur. Teradu I dan II seolah-olah mengetahui detail kejadian pencoblosan surat suara belum terpakai.
Teradu I dan II dituding telah menunjukkan sikap tidak profesional dan bertindak melebihi kewenangannya. Terlebih keduanya memanggil Ketua dan Anggota KPPS TPS 28 Pinang Ranti beserta para petugas ketertiban tanpa pemberitahuan kepada KPU Kota Jakarta Timur.
“Bahwa yang dilakukan oleh teradu I dan II menunjukkan sikap yang tidak professional dan bertindak melebihi kewenangannya sebagai anggota Bawaslu kota yang telah diatur dalam Undang-Undang Pemilu,” pungkasnya.
Jawaban Teradu
Teradu I dan II membantah dalil-dalil aduan yang disampaikan pengadu dan kuasa pengadu dalam sidang pemeriksaan. Seluruh tindakan teradu di TPS 28, Kelurahan Pinang Ranti, telah sesuai peraturan dan perundang-undangan.
Teradu II, Prayogo Bekti Utomo, membenarkan menerima laporan pencoblosan surat suara dipakai belum dipakai oleh petugas keterbitan dan Ketua KPPS TPS 28. Keduanya langsung mendatangi lokasi peristiwa tersebut terjadi.
“Kami membantah tegas menghentikan penghitungan suara di TPS 28. Saat kami datang sedang jeda penghitungan suara dan bukan karena intervensi teradu I dan II,” tegasnya.
Jeda tersebut dilakukan karena ditemukan ketidakesuaian jumlah surat suara yang harus diperiksa lebih lanjut oleh KPPS. Saat itu, 18 surat suara dicoblos yang menjadi biang persoalan ada di tangan Pengawas TPS.
Teradu II menambahkan di TPS 28 bukan untuk rekonstruksi, melainkan penelusuran berupa meminta keterangan pihak terkait dan simulasi kronologis kejadian terhadap laporan pencoblosan surat suara yang belum terpakai.
“Tindakan tersebut bukan merupakan tindakan penyidikan atau rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, melainkan merupakan metode pengawasan yang diperbolehkan dan diatur secara jelas dalam peraturan internal Bawaslu,” tegasnya.
Teradu juga membantah tidak melibatkan Sentra Gakumdu Bawaslu Jakarta Timur dalam melakukan penelusuran dan simulasi kronologis. Salah satu unsur di Sentra Gakumdu, yakni kepolisian hadir dan terlibat dalam klarifikasi dan pengumpulan keterangan.
“Kehadiran unsur kepolisian di TKP dan keterlibatan dalam klarifikasi dan pengumpulan keterangan mendukung kesahihan proses tersebut sebagai tindakan kelembagaan, bukan tindakan individual yang melampaui batas,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan dipimpin oleh Ketua Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Didampingi tiga Anggota Majelis Tim Pemeriksa Daerah Provinsi DKI Jakarta yakni Didik Suhariyanto (unsur masyarakat), Nelvia Gustina (unsur KPU), dan Quin Pegagan (unsur Bawaslu). (Humas DKPP)