Bogor, DKPP − Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Didik Supriyanto menyampaikan hal beberapa dalam Focus Group Discussion (FGD) ‘Kajian Hukum Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan’ yang digelar pada Kamis-Sabtu (26-28/11/20) di Hotel Salak, Bogor.
Pertama, dikaitkan dengan FGD sebelumnya, Didik berharap kegiatan FGD di bogor ini akan menghasilkan rumusan masukan untuk penyusunan RUU pemilu. Menurut dia, DKPP perlu secara jelas menganjurkan terkait pengertian pasif. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 159 angka 3 huruf c, berbunyi DKPP berkewajiban bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi.
“Apa sih makna dari undang-undang merumuskan kata pasif itu. Beberapa anggota Komisi II terang-terangan mengatakan, DKPP itu kan pasif. Pasif itu artinya kalau pengadunya sudah mencabut selesai sudah urusan. Pasif itu artinya DKPP tidak boleh bertanya ini dan itu untuk memastikan sesuatu aduan itu bisa diteruskan atau tidak. Atau, pasif itu artinya DKPP diam saja jika misalnya putusan-putusan tidak ditindaklanjuti. Nah hal-hal seperti ini perlu dikeluarkan, didiskusikan, dibahas, dan bisa menjadi bahan masukan penting untuk pembuat undang-undang, di samping tentu saja untuk pengaturan hukum acara DKPP,” kata Didik.
Kedua, seperti yang disampaikan oleh Prof Muhammad dan Prof. Teguh Prasetyo sebelumnya. Bagaimana dengan Pengadu yang mencabut aduannya. Sikap DKPP sudah jelas terkait hal ini. Tetapi yang kemudian harus dipikirkan adalah Pengadu yang tidak serius dan tidak hadir dalam persidangan, padahal DKPP telah memanggil secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar.
“Harus kita apakan mereka? karena jauh-jauh hari DKPP sudah mempersiapkan. Sekretariat DKPP sudah menghubungi. Tim sidang sudah datang menghabiskan anggaran negara, tetapi Pengadu tidak hadir atau kalau pun hadir mengutus kuasa hukum yang terus terang saja saya ragukan kesungguhannya. Hanya sekadar hadir, ini saya alami sendiri ketika di Tangerang Selatan. Setidaknya harus ada bayangan kira-kira seperti apa mengantisipasi masalah seperti ini,” lanjutnya.
Ketiga, menurut Didik, apa yang telah disampaikan oleh Prof Muhammad terkait empat prinsip persidangan DKPP harus sungguh-sungguh ditindaklanjuti.
“Pengaduan sudah mulai menyiapkan sistemnya, semoga akhir tahun ini selesai (aplikasi e-pengaduan_red). Sehingga tahun depan bisa menambah lagi untuk persidangan dan pasca yakni publikasinya. Ini harus harus dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Saya mohon izin kepada pimpinan yang lain, kepada Pak Ketua, saya akan serius mengurus soal,” kata Didik serius.
Keempat, terkait masukan yang diperoleh dari Bimtek Tim Pemeriksa Daerah (TPD) di tiga kota. Mungkin masukan-masukan mereka bisa diadopsi atau cukup jadi SOP atau semacam konvensi konvensi yang harus mulai ditata. Melalui pedoman beracara diharapkan ada pola yang jelas bagaimana persidangan DKPP berlangsung.
Di akhir pengantar, Didik mengingatkan usulan TPD terkait rakornis, sosialisasi dan sidang. “Mereka ingin rakor dan sosialisasi dipisah, karena kalau rakor biasanya terkait teknis dengan ke majelis TPD. Sedangkan jika sosialisasi selain melibatkan penyelenggara dan pihak luar. Usulan mereka rakornis dan sosialisasi ini agar dipisah. [Humas DKPP]