Kendari, DKPP – Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah salah satu daerah yang akan menggelar Pilkada serentak 2020, 9 Desember mendatang. Meski tidak ada pemilihan gubernur dan wakil gubernur, provinsi ini akan mengelar pilkada di tujuh kabupaten yakni Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kolaka Timur, Buton Utara, Muna dan Wakatobi.
Informasi yang diperoleh DKPP saat melakukan kunjungan media di Kendari Pos, Jumat (25/9/2020) kemarin, setidaknya ada dua problem di Prov. Sultra. Pertama, konflik antar elit karena hal ini nampak dalam sorotan media massa, aroma kepentingan politik para elit. Kedua, kelembagaan penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu yang berpotensi dapat menghambat kesuksesan pilkada 2020. Dua persoalan itu adalah distrust KPU di mata publik dan legal standing Bawaslu kabupaten/kota diragukan dalam mengawasi Pilkada srentak 2020.
Berdasarkan hal tersebut, Anggota DKPP, Didik Supriyanto menekankan peran penting media massa dalam mengawal penyelenggara pemilu menjalankan tugas mereka secara prosedural atau melalui kritik yang konstruktif untuk menjaga integritas penyelenggara dan menguatkan tatanan sistem demokrasi, baik pilkada maupun pemilu.
Saat terjadi masalah pelanggaran kode etik dan masalah itu dipublikasikan di media, hal itu bisa mendorong masyarakat untuk bersikap hingga melaporkan ke DKPP.
“DKPP berharap sinergi antara media di Sultra sehingga independensi penyelenggara selalu terjaga. Pada dasarnya DKPP bersifat pasif, artinya DKPP tidak bisa bersidang atau memroses suatu masalah tanpa ada laporan (aduan). Jika terjadi pelanggaran baik dilakukan oknum penyelenggara, maka harus ada yang melapor. Tujuannya agar DKPP segera menindaklanjuti laporan tersebut. Di sini peran media massa kembali saya tegaskan sangat penting,” ungkap Didik.
Didik juga menekankan terkait sikap mandiri atau independen penyelenggara sangat penting agar terwujud pilkada berjalan demokratis. “Peran KPU dan Bawaslu sangat menentukan keberhasilan terselenggaranya pesta demokrasi berjalan dengan baik. Titik utamanya terletak pada kepatuhan kode etik yang diamanahkan kepada masing-masing institusi penyelenggara pemilihan (KPU dan Bawaslu_red),” terangnya.
Menurut Didik, jika para penyelenggara bekerja dengan berpedoman pada kode etik, maka pilkada yang prosedural, sukses, dan bermartabat akan terlaksana. “Di samping itu, sangat penting KPU dan Bawaslu agar bersifat mandiri dalam menjalankan tugas-tugasnya. Tidak mudah digoda oleh oknum-oknum tertentu atau terprovokasi isu negatif yang dapat mengganggu stabilitas kerja,” pesannya.[ Humas DKPP]