Jakarta, DKPP – Berdasarkan data pemeriksaan perkara dugaan kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), masih ada persoalan dengan lembaga penyelenggara pemilu yang merupakan tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pemilu. Hal ini ditunjukkan dengan dominasi pelanggaran kode etik yakni terkait aspek profesionalitas dan aspek tertib administrasi.
Hal ini disampaikan oleh Anggota DKPP, Dr. Ida Budhiati saat menerima Kunjungan Kerja Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Selasa (10/12/2019) pukul 14.30 WIB, di Ruang Rapat DKPP.
“Mayoritas atau yang mendominasi peringkat pertama terkait pelanggaran kode etik yaitu prinsip profesionalitas. Jadi penyelenggara pemilu masih perlu ditingkatkan kapasitasnya dari aspek manajemennya, kepemimpinannya, pelayanannya tertib, administrasi, pemahaman terhadap regulasi,” kata Ida
Hal-hal ini menurut Ida yang kemudian menyebabkan penyelenggara pemilu menjadi kurang profesional dalam bekerja, dia mencontohkan misalnya tentang akses data informasi pemilu.
“Peringkat pertamanya pengaduan yang banyak masuk ke DKPP adalah terkait dengan tahapan penghitungan dan rekapitulasi, soal akses data informasi C1,” lanjut Ida.
Kemudian yang kedua adalah aspek tertib administrasi pemilu. Dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilihat bahwa persoalan yang kelihatan “remeh-temeh” tetapi persoalan tertib administrasi ini justru bisa mempengaruhi kredibilitas pemilu.
“Orang jadi tidak percaya, misalnya ketidakcocokan data perolehan suara peserta pemilu dengan data pemilih. Kok bisa perolehan suara peserta pemilu lebih besar dari daftar pemilih. Bagaimana ini? Kan jadi tidak kredibel. Hal ini menimbulkan kecurigaan secara administratif, maka KPU yang harus bertanggung jawab bagaimana data-data perolehan suara ini bisa dikonfirmasi ulang,” kata Ida.
Ida kemudian menjelaskan bahwa sesuai dengan desain konstitusi bahwa lembaga-lembaga negara dibangun dengan check and balances. Lembaga politik, DPRD diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan, jadi anggota DPRD mempunyai otoritas kewenangan untuk memastikan bahwa pilkada gubernur, kabupaten/kota memang tidak hanya berorientasi dari aspek proses tapi bagaimana penyelenggaraan pemilu yaitu bisa menjaga integritas proses dan hasilnya.
Satu-satunya negara yang mempunyai tiga institusi penyelenggara pemilu hanya Indonesia. Ketentuan UUD 1945 Pasal 22 e UUD 1945 menjelaskan bahwa pemilu dilaksanakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang sudah ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa penyelenggara bukan tunggal, penyelenggara pemilu adalah KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu.
“Ini yang saya maksudkan, bahwa untuk mengontrol kemandirian personal maka dibangunlah sistem untuk mengontrol perilaku personal yang bisa mencederai integritas pemilu. Ada instrumen pengendalian internal. Ketika pengendalian internalnya kurang memuaskan maka lagi dibentuk DKPP sebagai pengawas eksternal terhadap perilaku penyelenggara,” lanjutnya
Terkait kekhawatiran rombongan Komisi 1 DPRD Provinsi Bengkulu atas potensi yang akan ditimbulkan karena masalah kekerabatan penyelenggara pemilu dengan peserta pemilu, Ida menjelaskan bahwa DKPP mempunyai produk hukum yakni Peraturan DKPP Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum.
“Peraturan DKPP yang mengatur tentang kode etik dan kode perilaku sudah kami rumuskan bahwa salah satu prinsip penyelenggara pemilu itu dia harus imparsial. Maka untuk menjaga imparsialitasnya, kami memberikan kewajiban kepada penyelenggara pemilu itu untuk menyatakan secara terbuka apabila mempunyai hubungan kekerabatan dengan peserta pemilu,” jelas Ida.
Ida menguraikan terkait penyelenggara pemilu yang memiliki hubungan kekerabatan dengan peserta pemilu. Menurut Ida, sekurang-kurangnya harus dinyatakan secara terbuka dalam mrapat forum internal atau rapat pleno, kemudian dituangkan dalam berita acara lalu juga disampaikan kepada publik ‘declare’ yang sudah dilakukan dalam forum internal tersebut. Inilah yang sudah dilakukan DKPP melalui peraturan DKPP untuk mencegah adanya potensi konflik kepentingan hubungan akibat kekerabatan antara penyelenggara dengan peserta pemilu
Namun demikian, Ida mengingatkan meskipun penyelenggara telah menyatakan secara terbuka penyelenggara pemilu harus benar-benar tampak independen tidak hanya terlihat independen tetapi harus betul-betul terlihat independen, Jika sikap atau perilaku penyelenggara tidak menunjukkan kemandirian tetapi justru menunjukkan keberpihakan, maka penyelenggara bisa diminta pertanggungjawabannya melalui peradilan etika penyelenggara pemilu.
“Sidang kode etik di DKPP kami lakukan secara terbuka, live streaming kami lakukan dengan maksud memberikan edukasi kepada yang lain bahwa menjadi penyelenggara pemilu itu tidak mudah. DKPP adalah satu-satunya lembaga penegak etik yang melakukan sidangnya secara terbuka, di lembaga lain tertutup. Ini yang merupakan bagian dari efek penjeraan,” tutup Ida. [Humas DKPP]