Jakarta, DKPP – Sama seperti tugas seorang hakim di pengadilan
umumnya, majelis kode etik penyelenggara Pemilu bertugas untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara. Menurut UU No 15 Tahun 2011, DKPP itu
dikonstruksi sebagai lembaga peradilan. Tapi lembaga peradilan ini bukan di
bawah Mahkamah Agung (MA). Posisi DKPP hanyalah lembaga peradilan di lingkungan
penyelenggaraan Pemilu. Di dalam UU No. 15 Tahun 2011 dikatakan bahwa, antara
KPU, Bawaslu, dan DKPP merupakan satu-kesatuan fungsi di dalam penyelenggaraan
Pemilu.
Pokok pikiran
tersebut disampaikan Anggota DKPP Nur Hidayat Sardini, dalam bincang-bincang
dengan sejumlah awak media massa, yang menemuinya di Kantor DKPP Jalan MH
Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, Rabu (17/9) pagi tadi. Pokok pikiran tersebut
merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan kepada Sardini mengenai
ruang lingkup tugas dan wewenang DKPP, apakah sama dengan peradilan pada
umumnya.
“Tugas dan
wewenang DKPP untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilu. Siapa penyelenggara Pemilu? Pokoknya adalah jajaran KPU
dan Bawaslu, dari hulu hingga ke hilir, dari pusat hingga ke daerah dan luar
negeri. Bagaimana mekanismenya? Hukum formilnya melalui Peraturan DKPP No. 1
Tahun 2013 dan hukum materiilnya Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP No. 13
Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik
Penyelenggara Pemilu,†kata Sardini, yang juga Jurubicara DKPP ini,
menambahkan.
Ketika kepada
Sardini ditanyakan mengenai bagaimana peranan Anggota DKPP? Dijawab Sardini
bahwa, sama seperti tugas hakim di pengadilan pada umumnya, anggota DKPP adalah
anggota majelis pemeriksa kode etik penyelenggara Pemilu. Dijelaskan Sardini,
penting sekali peranan majelis pemeriksa DKPP. Karena kepadanya tugas dan
wewenang DKPP ditumpukan.
“Harap
dimengerti, kredibilitas DKPP ditentukan oleh kredibilitas majelis pemeriksa.
Sebutlah peranan hakim dalam pengadilan, merupakan cermin kredibilitas lembaga.
Majelis pemeriksa DKPP mungkin tidak sementereng hakim dalam kelanggaman hakim
di pengadilan, namun arah-arah bahwa majelis pemeriksa DKPP sebagai penegak
kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara Pemilu, itulah tugas
dan wewenang DKPP. Bolehlah kami bukan pembentuk hukum (judge made law),
namun lebih tepatnya sebagai penjamin kualitas perilaku, perbuatan, dan
tindakan seorang penyelenggara Pemilu,†imbuh staf pengajar pada Fisip Undip, Semarang, ini.
Lebih jauh
diungkapkan Sardini, “Penilaian sebagian ahli terhadap praktik peradilan kita
kurang memuaskan. Itulah kenapa sejak awal lembaga (DKPP) ini dirancang untuk
praktik-praktik peradilan yang kredibel. Untuk mencapai ke arah sana,
peranan majelis DKPP sangatlah menentukan. Untuk menegakkan kewibawaan peradilan, mutlak
artinya kedudukan majelis pemeriksa. Bayangkan saja, kalau kami menyidangkan
perkara seperti dalam Pilpres kemarin, kami punya garis perilaku yang
terstandar. Contohnya, kami tidak boleh minum selama memandu sidang. Ke
belakang untuk buang hajat kecil saja kami tidak membolehkan diri. Ini karena
wibawa peradilan omong kosong kita ingin
capai apabila hakimnya sendiri tidak memberi contoh yang baik,†pungkas
Sardini. [ttm]