Bengkulu, DKPP – Potensi pelanggaran kode etik selama proses tahapan Pilkada serentak 2020 yang akan digelar pada 9 Desember mendatang cukup tinggi. Pelanggaran etik ini bervariasi, salah satu contohnya adalah pelanggaran pada non tahapan.
Hal tersebut disampaikan Anggota DKPP, Alfitra Salamm dalam Rapat Koordinasi serta Sosialisasi Etik Penyelenggara Pemilu yang digelar di Kantor Sentra Gakkumdu Provinsi Bengkulu, Kota Bengkulu, pada Minggu (15/11/2020) sore.
“Saya mengimbau, mulai sekarang mari kita jadikan integritas sebagai gaya hidup, contoh saja misal dilakukan dengan cara berkata jujur dan bersikap adil. Jangan membuat statemen tanpa kajian, harus jelas sumber dan kebenarannya. Jangan pernah mengatakan sesuatu yang belum clear. Selain itu, penyelenggara juga harus lebih berhati-hati untuk memposting sesuatu di media sosial. Jadi mari jadikan integritas itu menjadi gaya hidup”, tegas Alfitra.
Pada kesempatan itu juga Alfitra Salamm mengingatkan bahwa integritas harus tetap di tegakkan, bukan bermaksud sombong tetapi sebagai bentuk pertanggungjawaban. Menurut dia, pelanggaran kode etik yang mencederai integritas ini bisa menyerang ke siapa saja tanpa melihat latar belakang, pendidikan ataupun jenis kelamin.
Sebagai informasi, Rakor dan Sosialisasi Etik Penyelenggara Pemilu ini dilaksanakan dalam persiapan sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 119-PKE-DKPP/X/2020 dan 124-PKE-DKPP/X/2o2o pada Senin (16/2020) pukul 09.00 WIB di kantor Bawaslu Provinsi Bengkulu. Pengadu dalam perkara ini adalah Calon Gubernur Bengkulu Pilkada 2020, Agusrin Maryono. Ia melaporkan Ketua dan Anggota KPU RI serta Ketua dan Anggota KPU Provinsi Bengkulu. [Humas DKPP]