Indramayu, DKPP –
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Dr. Alfitra Salamm memimpin
Rapat Koordinasi Teknis Persiapan Sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Kamis
(1/2). Bertempat di Hotel Wiwi Perkasa 2 Indramayu, rapat ini dihadiri oleh
Affan Sulaeman (TPD unsur Tokoh Masyarakat), Endun Abdul Haq (TPD unsur KPU
Provinsi Jawa Barat) dan jajaran personil dari Polres Indramayu.
Alfitra menyebut bahwa
rapat ini dilaksanakan untuk mengecek kesiapan sidang dugaan pelanggaran kode
etik yang akan digelar esok hari (Jumat 2/2-red) di Polres Indramayu.
“Biasanya, sidang
dilaksanakan di ibukota provinsi, kali ini saya minta ke Sekretariat untuk
sidang di kabupaten, bertemu langsung dengan jajaran Polres untuk menggali dan
melihat kondisi sosial politik yang ada di Indramayu,†tutur Alfitra.
Untuk diketahui, sidang yang akan dilaksanakan Jumat 2/2, yang
menjadi Pengadu adalah Raskhanna Depari sedangkan Teradu adalah Ketua dan
Anggota Panwas Kabupaten Indramayu, dengan dalil aduan para Teradu meloloskan calon anggota Panwascam
yang tidak memenuhi syarat, yaitu Sutrisno dan Sindang Asep Setiawan yang
diketahui merupakan pengurus DPC Partai Indonesia Kerja (PIKA) Kabupaten
Indramayu; dan Teradu I dan Pansel melakukan pungutan liar (pungli) kepada
peserta seleksi Panwascam yang lolos 6 (enam) besar dengan nilai total mencapai
Rp. 91.200.000,-
Menurut Alfitra
penyelenggara pemilu, baik komisioner maupun jajaran sekretariat merupakan
Aparatur Sipil Negara (ASN), sehingga harus lebih memperhatikan masalah
netralitas, terutama di Provinsi Jawa Barat yang akan menggelar Pilgub karena
menjadi titik kerawanan Pemilu. Beberapa potensi pelanggaran yang lainnya ialah
terkait pemilih, penghitungan suara, kampanye, dan sebagainya.
“Salah satu yang harus
diutamakan adalah masalah Pemilih, dan hak pilih harus diutamakan, para
penyandang disabilitas pun harus diprioritaskan,†tutur dia.
Hal kedua, lanjut dia,
mengenai penghitungan suara, bisa saja angka 120 bisa berkurang menjadi 12 atau
bisa menjadi menggelembung. Jawa barat sebagai pemilih terbesar di Indonesia
menjadi barometer bagi provinsi lain. Kemudian terkait kampanye, agar
penyelenggara pemilu memberi hak yang sama kepada seluruh peserta/paslon.
Kemudian, Alfitra juga
menyebut daerah dengan tingkat kerawanan paling tinggi adalah Papua, Aceh,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, namun tidak menutup kemungkinan daerah yang
lain juga rawan. Oleh karena itu, Penyelenggara Pemilu terutama di Papua perlu
pendampingan, artinya harus ada pendampingan secara langsung ataupun pengawasan
oleh staf ahli KPU.
“Melalui rakor ini,
banyak informasi mengenai peta pilkada sehingga dapat diantisipasi
kerawanan-kerawanan yang ada. Kami berharap masyarakat mempunyai kepekaan
sehingga ada kesadaran untuk menciptakan pemilu yang adil. Pantura sangat
sensitif dan saya yakin pihak kepolisian sudah memetakan,†pungkasnya.
[Nurkhotimah]