Jakarta, DKPP – Sepuluh penyelenggara Pemilu dari KPU Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) diperiksa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu (KEPP) pada Senin (2/9/2019).
Mereka semua berstatus sebagai Teradu dalam perkara pelanggaran KEPP nomor 198-PKE-DKPP/VII/2019. 10 penyelenggara Pemilu tersebut terdiri dari lima komisioner dan lima staf Sekretariat KPU Kabupaten Mamasa.
Lima komisioner tersebut adalah Jony Rambulangi selaku Ketua KPU Kabupaten Mamasa dan empat Anggotanya, yaitu Marten Buntupasu, Limbong Lele, Harun Al Rasyid dan Sumarlin. Sedangkan lima staf Sekretariat KPU Kabupaten Mamasa yaitu Yenny, Arruan Pasau, Semuel Runde, Anto dan Gusti.
Mereka semua diadukan oleh Darman Ardi. Dalam pokok aduannya, Darman menyebut Ketua dan empat Anggota KPU Kabupaten Mamasa telah memerintahkan lima staf yang telah disebutkan di atas untuk melakukan pembongkaran kotak suara yang dianggap berpotensi bermasalah tanpa adanya surat ijin dari Pengadilan.
Selain itu, menurut Darman, pembongkaran kotak suara ini juga dilakukan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi partai, Bawaslu Kabupaten Mamasa dan Lembaga Pemantau Pemilu.
“Kegiatan pembongkaran dilakukan untuk perekapan ulang terhadap DAA, DA.1 dan DB.1 yang tidak sesuai prosedur untuk menutupi pelanggaran Pemilu yang diduga dilakukan penylenggara Pemilu pada semua tingkatan,” jelasnya.
Pembongkaran kotak suara ini diduga dilakukan terhadap tiga kecamatan di Kabupaten Mamuju, yaitu Kecamatan Tabulahan, Mambi dan Mehalaan. Darman juga menyertakan sebuah foto screenshot yang berisi obrolan di Grup What’s App KPU Kabupaten Mamasa dan jalinan komunikasi pribadi salah seorang staf, Arruan Pasau, yang menjadi Teradu VII dalam perkara ini.
Sementara itu, Teradu I, Jony Rambulangi mengakui jika pihaknya memang telah melakukan pembongkaran kotak suara. Namun, pembongkaran tersebut tidak seperti yang dijelaskan oleh Darman.
Dari penuturan Jony, pembongkaran tersebut dilakukan hingga empat kali, yaitu pada 6 Juni, 11 Juni, 3 Juli dan 15 Juli 2019. Keempat pembongkaran itu masing-masing dilakukan atas tindak lanjut dari Surat KPU Provinsi Sulbar Nomor 242/PL.01.6-SD/76/Prov/VI/2019; Surat PN Polewali untuk mengambil alat bukti Tindak Pidana Pemilu, Surat KPU RI Nomor 984/PY.01.1-SD/03/KPU/VII/2019; dan Surat KPU RI Nomor 984/PY.01.1-SD/03/KPU/VII/2019.
“Dalam pelaksanaannya, KPU Kabupaten Mamasa selalu didahului dengan mengirimkan surat kepada Bawaslu Kabupaten Mamasa, Polres Mamasa dan Partai Politik tingkat Kabupaten Mamasa,” ungkap Jony.
Ia juga membantah dalil yang menyebut pembongkaran kotak suara tersebut dilakukan untuk perekapan ulang terhadap DAA, DA.1 dan DB1 guna menutupi pelanggaran Pemilu yang diduga dilakukan oleh penyelenggara Pemilu pada semua tingkatan di Kabupaten Mamasa. Sebab, jelas Jony, jadwal rekapitulasi di Kabupaten Mamasa, baik di tingkat Kecamatan maupun Kabupaten, sudah ditentukan dalam perundang-undangan yang berlaku.
“Tidak ada kejadian khusus atau keberatan saksi selama proses rekapitulasi dilaksanakan di tingkat PPK, termasuk saksi dari Pengadu,” ujar Jony.
Sidang ini dilakukan melalui sambungan video yang menghubungkan Ketua majelis yang berada di Kantor KPU RI, Jakarta, dengan Anggota majelis, Pengadu, Teradu dan Pihak Terkait yang berada di Kantor KPU Provinsi Sulbar, Kota Mamuju.
Sidang ini dipimpin oleh Angota DKPP, Rahmat Bagja, selaku Ketua Majelis bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulbar, yakni M. Danial (Unsur Masyarakat), Farhanuddin (Unsur KPU), Ansharullah (Unsur Bawaslu). [Humas DKPP]