Sentul, DKPP – Penegakan
kode etik yang dilakukan oleh DKPP tidak lain untuk mendukung terwujudnya
Pemilu yang berintegritas, di mana proses, penyelenggara, sampai hasilnya
diharapkan dapat berkualitas dan memiliki legitimasi.
Salah
satu langkah yang dilakukan DKPP adalah membentuk Tim Pemeriksa di Daerah.
Tugas tim ini menjalankan satu kewenangan DKPP untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh jajaran KPU dan Bawaslu di 34
provinsi Indonesia.
Ketentuan
Pasal 155 ayat (2) “DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau
laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU,
anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota
Bawaslu Provinsi dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kotaâ€.
Pembentukan
Tim Pemeriksa di Daerah memiliki dasar hukum yang jelas. Seperti ketentuan Pasal
164 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
bahwa dalam melaksanakan tugasnya DKPP dapat membentuk Tim Pemeriksa daerah di
setiap provinsi yang bersifat ad hoc
masing-masing berjumlah 4 orang.
Mengapa
sampai muncul ide bahwa DKPP dapat melakukan pemeriksaan di daerah, bahkan
harus diatur dalam ketentuan hukum, tentu ada pertimbangan yang
melatarbelakanginya. Ada dua pertimbangan dibentuknya Tim Pemeriksa di Daerah.
Pertama adalah pertimbangan internal DKPP sendiri. Secara internal, kelembagaan
DKPP sangat terbatas.
DKPP
secara lembaga hanya ada satu dan berada di Ibu Kota negara, sementara tugasnya
bersifat nasional. Jumlah Anggotanya pun hanya tujuh orang, dibantu jajaran
staf sekretariat yang tidak lebih dari 65 orang. Ini jelas tidak sebanding jika
melihat pada pertimbangan kedua, yakni melihat kondisi eksternalnya. Untuk Pilkada
Serentak 2018 misalnya akan dilaksanakan
di 171 daerah di Indonesia dan setahun berikutnya, pada 2019 akan dilaksanakan
Pilpres dan Pileg serentak. Karena itu TPD merupakan ujung tombak bagi DKPP dalam
melakukan pemeriksaan perkara di daerah.
Faktor
eksternal lain, adalah kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan
berpulau-pulau. Sering kali kondisi ini membuat penanganan pelanggaran kode
etik kurang efisien. Sidang DKPP yang selama ini digelar di Jakarta sudah pasti
berbiaya mahal baik bagi Pengadu maupun Teradu. Bagi Teradu yang merupakan
jajaran Anggota KPU dan Bawaslu, biaya mungkin tidak masalah karena sudah masuk
dalam anggaran dinas. Akan tetapi bagi Pengadu, seluruh biaya akan ditanggung
sendiri. Selain itu, khususnya bagi Teradu, pemeriksaan di daerah akan sangat
membantu kesiapan mereka untuk menghadapi pengaduan.
“Dengan
pemeriksaan di daerah, sudah pasti secara waktu dan ekonomi akan jauh lebih
efisien, karena Pengadu dan Teradu tidak perlu lagi datang ke kantor DKPP di
Jakarta. Mereka cukup hadir di kantor KPU atau Bawaslu provinsi setempat. Namun
yang tak kalah penting, di balik itu semua, kehadiran DKPP di daerah ini tidak
lain untuk mendekatkan pelayanannya kepada masyarakat pencari keadilan (justice seeker),†kata ketua DKPP,
Harjono.
Dalam
rangka menunaikan ketentuan Pasal 164 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tersebut, DKPP mengelar acara, “Rapat
Pembahasan Rancangan Peraturan DKPP Tentang Tim Pemeriksa Daerah, Dan Peraturan
DKPP Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perlaku DKPP†di Hotel Harris Sentul
10-11/10.
Hadir dalam
rapat pembahasan ketua & anggota DKPP 2017-2022, Dr. Harjono, Ida Budhiati,
Prof. Muhammad & Dr. Alfitra Salamm. Dalam rangka perbaikan dan
masukan terhadap draf peraturan yang telah disusun, hadir memenuhi undangan
Ketua KPU RI, Arif Budiman, Ketua Bawaslu RI, Abhan, Prof. Anna Erliyana, Dr.
Nur Hidayat Sardini, Pdt. Saut H. Sirait, anggota DKPP periode 2012-2017.
Hadir juga
anggota KPU periode 2012-2017, Dr. Ferry Kurnia
Rizkiyansyah, Hadar Nafis Gumay dan Sigit Pamungkas. Sedangkan Bawaslu periode
2012-2017 yang hadir adalah Endang Wihdatiningtyas, Nelson Simanjuntak dan TPD Provinsi DKI
Jakarta, Banten serta Jawa Barat. [Diah Widyawati]