Manado, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 131-PKE-DKPP/X/2020 dan 142-PKE-DKPP/XI/2020 pada Senin (30/11/2020 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado.
Dua perkara ini diadukan oleh Noldy Awuy dan Efraim Kahagi. Keduanya mengadukan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Minahasa Utara, Simon H. Awuy, Rahman Ismail, dan Rocky Ambar masing-masing sebagai Teradu I sampai III.
Ketiga Teradu didalilkan tidak professional dalam menangani laporan terkait dugaan pelanggaran persyaratan bakal calon bupati yang diduga menggunakan ijazah palsu atas nama Shintia Gelly Rumumpe (SGR). SGR kemudian ditetapkan sebagai calon bupati padahal sudah ada laporan masyarakat dengan bukti yang lengkap.
Pengadu menuturkan dugaan pelanggaran persyaratan bakal calon bupati terkait dugaan ijazah palsu atas nama SGR di Kantor Bawaslu Minahasa Utara disertai bukti-bukti pendukung.
Bawaslu bersama KPU Kabupaten Minahasa Utara telah melakukan verifikasi faktual ke Jakarta untuk melakukan kroscek ke sekolah SGR yang terletak di Pulogadung, Jakarta Timur, atas laporan Noldy dan Efraim. Bawaslu juga memanggil kedua Pengadu untuk klarifikasi laporannya tersebut.
“Namun tanggal 15 September 2020, Bawaslu Minahasa Utara mengumumkan status laporan diberhentikan karena tidak memenuhi unsur pelanggaran yang ditandatangani oleh Teradu I (Ketua Bawaslu) Simon Awuy,” ungkap Noldy.
Bawaslu Kabupaten Minahasa Utara juga tidak meregistrasi laporan serupa yang diajukan oleh Norris Tirayoh dengan alasan tidak memenuhi syarat formil. Pengadu menilai pemberhentian laporan itu untuk melindungi kepentingan pihak tertentu yang berkaitan dengan calon bupati SGR.
Para Teradu membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan Pengadu dalam sidang pemeriksaan. Teradu menegaskan telah menindaklanjuti laporan/aduan terkait dugaan ijazah palsu Calon Bupati Minahasa Utara SGR sesuai dengan aturan peraturan perundang-undangan.
“Dengan tegas kami selaku Teradu menolak dalil aduan yang disampaikan Pengadu. Teradu sudah melakukan pencegahan saat tahapan pencalonan bupati dan wakil bupati, termasuk bersurat berupa imbauan kepada KPU dan partai partai politik secara bertahap,” ungkap Simon H. Awuy yang berstatus sebagai Teradu I.
Simon menambahkan Bawaslu Kabupaten Minahasa Utara telah merespon cepat atas pelimpahan aduan dari Bawaslu Provinsi Sulawaesi Utara yang dilaporkan oleh Pengadu terkait hal pokok aduan yang sama.
Bawaslu, sambung Simon, telah melakukan pemanggilan terhadap Pengadu maupun komisioner KPU Minahasa Utara dengan agenda klarifkasi. Teradu meyakini pemanggilan tersebut telah sesuai dengan Perbawaslu Nomor 14 Tahun 2017.
Hasil kajian dilakukan oleh para Teradu menyimpulkan, objek pengaduan yang disampaikan Pengadu berupa ijazah sebagai bukti yang diduga palsu berbeda. Sehingga dinyatakan tidak berhubungan dengan dugaan pelanggaran yang dimaksud.
“Laporan dugaan ijazah palsu calon bupati SGR juga telah diambil oleh Polres Kabupaten Minahasa Utara dengan status tidak dapat dilanjutkan atau telah dihentikan (SP3). Dan proses yang kami lakukan sudah sesuai dengan aturan,” pungkas Teradu.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan kedua perkara ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Didik Supriyanto, S.IP., MIP selaku Ketua Majelis. Bertindak selaku Anggota Majelis adalah Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Utara, yaitu Dr. Mayske Rinny Liando, S.Pd., M.Pd (unsur Masyarakat), Meidy Yafeth Tinangon, S.Si., M.Si (unsur KPU), dan Mustari Humagi, S.Hi (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]