Medan, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Anggota KPU Kota Padangsidimpuan, Parlagutan Harahap, atas dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan perkara nomor 259-PKE-DKPP/X/2024. Sidang pemeriksaan ini digelar di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, Selasa (25/2/2025).
Perkara ini diadukan Randa Ependi Pohan. Ia mendalilkan Parlagutan Harahap tertangkap tangan oleh Tim Saber Pungli Polda Sumatera Utara. Parlagutan kedapatan meminta uang kepada calon Anggota DPRD Kota Padangsidimpuan dengan modus jual beli suara pada Pemilu Legislatif 2024.
Peristiwa tersebut terjadi pada 27 Januari 2024 di sebuah kafe di Kota Padangsidimpuan, atas laporan dari salah satu caleg berinisial F. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, Tim Saber Pungli menyita uang sebesar Rp22.500.000.
“Menurut pemberitaan media massa, teradu ditangkap karena melakukan pemerasan dengan modus jual beli suara. Teradu ditangkap bersama seorang anggota PPK berinisial R,” ungkap pengadu.
KPU RI, menurut pengadu, menonaktifkan pengadu sebagai Anggota KPU Kota Padangsidempuan sejak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polda Sumatera Utara.
Namun teradu kembali diaktifkan berdasarkan surat keterangan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara tentang penetapan penghentian penyidikan dengan alasan demi hukum keadilan restoratif atas nama teradu.
“Bahwa teradu pernah ditangkap dalam OTT yang diduga melanggar prinsip kemandirian dan krediblitas yang tercantum dalam peraturan KEPP. Saya menilai teradu tidak pantas sebagai penyelenggara,” tegasnya.
Jawaban Teradu
Parlagutan Harahap membenarkan rentetan peristiwa yang disampaikan pengadu dalam sidang pemeriksaan. Termasuk soal dirinya dinonaktifkan sementara sebagai anggota KPU Kota Padangsidimpuan karena bertatus tersangka.
Setelah penyidikan, Polda Sumatera Utara turun ke Kota Padangsidimpuan untuk pendalaman. Pada prosesnya, menurut Parlagutan, pelapor berinisial F mencabut laporannya. Kemudian Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) serta Ketetapan Penghentian Penyidikan.
“Pokok aduan yang menyebutkan permintaan uang kepada caleg berinisial F itu tidak benar. F membuat surat pernyataan di atas materai yang mengatakan pemerasan oleh teradu adalah tidak benar,” kata teradu.
Sementara itu, pihak terkait dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara, Iptu Suwandi Samosir, mengungkapkan OTT bermula dari laporan tindak pemerasan dengan imbalan suara yang dilakukan oleh F.
“Saya ikut disitu (OTT) setelah mendapatkan informasi akan dilaksanakan penyerahan uang. Kedua orang dimaksud langsung dibawa ke kantor untuk laksanakan klarifikasi,” ungkapnya.
Dalam OTT tersebut, Tim Saber Pungli mengamankan uang sejumlah Rp.22.500.000. Kemudian hasil pemeriksaan dan analisis hukum dari ahli pidana diputuskan bukan penyalahgunaan jabatan tetapi pidana umum dengan penerapan pasal 368 KUHP tentang pemerasan.
Pasca penetapan teradu sebagai tersangka, pihaknya meminta keterangan pelapor, KPU Kota Padangsidimpuan, dan lainnya. Namun dalam perjalanannya, teradu menandatangani kesepakatan atau perjanjian damai dengan F serta pencabutan laporan.
Kemudian tindak lanjut Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara adalah menghentikan penanganan perkara dimaksud. Ditegaskan Iptu Suwandi Samosir, penghentian tersebut sah dan berkekuatan hukum karena hingga saat belum ada menggugat langkah tersebut.
“Terkait keadilan restoratif dalam SP3 merupakan kewenangan penyidik, karena pasal yang dipersangkakan adalah 368 pemerasan dari laporan yang masuk dalam delik aduan, ditambah ada perdamaian antara F dengan Parlagutan Harahap,” tuturnya.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan ini dipimpin Ketua Majelis Heddy Lugito. Didampingi Anggota Majelis Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu Dadang Darmawan Pasaribu (unsur masyarakat), Romson P. Purba (unsur Bawaslu), dan El Suhaimi (unsur KPU). [Humas DKPP]