Jakarta, DKPP – Terbukti melanggar kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Anggota KPU Kab. Kaur, Meixxy Rismanto.
Sanksi tersebut dibacakan atas perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) nomor 156-PKE-DKPP/VII/2021 oleh Majelis DKPP di Ruang Sidang DKPP pada Rabu (3/10/2021).
“Menjatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu Meixxy Rismanto, selaku Anggota KPU Kabupaten Kaur sejak Putusan ini dibacakan,” ungkap Ketua Majelis, Prof. Teguh Prasetyo.
Teradu terbukti melakukan tindakan yang meruntuhkan harkat dan martabat dirinya serta lembaga penyelenggara Pemilu dengan cara mempertontonkan aktivitas seksual secara telanjang melalui panggilan video asusila (video call sex).
Dalam sidang pemeriksaan, Teradu mengakui wajah dan kalung yang digunakan oleh laki-laki dalam rekaman video adalah milik Teradu. Tindakan tersebut dilakukan saat Teradu melakukan tugas kedinasan.
Anggota DKPP, Didik Supriyanto, S.IP., MIP mengungkapkan seharusnya Teradu memiliki sense of ethics dengan segera menghentikan atau menutup pesan (chat), telepon (phone) atau panggilan video (video call) yang tidak wajar berisi konten asusila.
“Alih-alih bersikap moralis, Teradu justru melayani dan menikmati panggilan video asusila tersebut diikuti gerakan seks secara telanjang yang dibuktikan dengan rekaman video berdurasi 1 menit 15 detik,” kata Didik.
DKPP juga menilai Teradu bersikap permisif dan bergeming menyikapi beredarnya rekaman asusila tersebut dengan tidak melakukan tindakan apapun untuk menjaga martabat dirinya, keluarga serta lembaganya.
Sikap tersebut, sambung Didik, telah meruntuhkan maruah lembaga penyelenggara Pemilu. Alibi Teradu sebagai korban pemerasan dengan modus panggilan video asusila, DKPP menilai tidak terdapat alat bukti yang menyakinkan.
“Sikap dan tindakan Teradu terbukti melanggar Pasal 7 ayat (1), Pasal 9, Pasal 12 huruf a, huruf b dan huruf c, Pasal 15 huruf a dan b, dan Pasal 19 huruf d Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum,” tegas Didik.
Anggota DKPP, Pramono Ubaid Tanthowi memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) untuk perkara 156-PKE-DKPP/VII/2021. Menurutnya, Teradu juga tidak memiliki niat jahat (mens rea) dan perbuatan tersebut bukan inisiatif Teradu.
Pramono menilai Teradu adalah korban dari sindikat mafia kejahatan seksual melalui sarana digital sejenis phone sex. Teradu telah dijebak oleh jaringan sindikat profesional yang biasanya mengancam akan menyebarkan video atau foto hasil rekaman jika permintaan uang tidak dipenuhi
“Kesalahan Teradu adalah tidak segera mengakhiri panggilan telepon yang berisi video adegan dewasa tersebut, sehingga memungkinkan jaringan sindikat untuk merekam respon Teradu dalam bentuk video dann atau foto,” ujarnya.
Pramono menambahkan video yang beredar merupakan hasil editan dari rekaman yang berdurasi lebih panjang. Dalam video itu dinarasikan Teradu seolah-olah menikmati tayangan video tersebut.
“Perlu dipertimbangkan tidak semua orang memiliki kepekaan atau kewaspadaan yang tinggi dalam menghadapi kejahatan dunia maya seperti phone sex. Sehingga yang diperlukan adalah pemberian sanksi yang masih mengandung unsur pembinaan, bukan sanksi yang tidak lagi memberi kesempatan kepada Teradu untuk memperbaiki diri,” pungkasnya. (Humas DKPP)