Depok,
DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly
Asshiddiqie mengimbau kepada para calon sarjana hukum di Indonesia tidak
terjebak terhadap pemahaman hukum yang proseduralistik, sementara ruh keadilan
dan etika dikesampingkan.
“Para
calon sarjana tak hanya memahami titik koma atau menjadi sarjana
peraturan, tetapi harus juga memahami hukum dari aspek etika,†katanya saat
menjadi narasumber Seminar Nasional “Peradilan Etik dan Etika
Konstitusi†yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama
dengan Pusat Hukum Tata Negara FH-UI (PSHTN FH UI) di Auditorium Djokosoetono,
Kampus Baru FH UI Depok, Rabu (22/10/2014).
Mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, di zaman modern
sekarang, pendekatan hukum dengan prosedur yang panjang dan dianggap
bertele-tele. Bahkan cenderung kurang efektif, sehingga diperlukan
sistem etika sebagai penguat dalam proses penegakan hukum dan dalam proses penataan
sistem kehidupan berbangsa dan bernegera. Zaman sekarang butuh infrastruktur
baru berupa sistem etika.
“Pemerintahan
modern yang menganut sistem demokrasi modern tidak hanya mengedepankan aspek
legal dan konstitusional tetapi dimensi kebijakan yang bermuatan nilai kebaikan sangat
diperlukanâ€, tegas mantan Ketua Tim Nasional Reformasi Bidang Hukum pada
era 1998-1999 ini.
Menurut mantan
anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia Bidang Hukum dan
Ketatanegaraan, gagasan untuk mempraktikan ide peradilan etika sudah
diterapkan di DKPP. Peradilan etika ini dirancang dan dikonstruksikan sebagai
lembaga pengadilan etika pertama di Indonesia, dan bahkan di dunia. Meski
diakui bahwa ide ini masih kontroversial, tetapi gerakan untuk
menyosialisasikan hingga meyakinkan publik dan kalangan akademisi tentang
pentingnya‘constitutional ethics’ di samping ‘constitutional
law’, dan pentingnya ‘rule of ethics’untuk melengkapi
kekurangan ‘rule of law’ akan terus dilakukan DKPP. ‘Rule of
law’mencakup pengertian ‘code of law’ dan ‘court of
law’, sedangkan dalam ‘rule of ethics’, pengertian tentang ‘code
of ethics’ juga harus dilengkapi dengan ‘court of ethics’.
“Gagasannya inilah yang saya tuangkan dalam buku ‘Menegakkan Etika
Penyelenggara Pemilu’, dan buku ‘Peradilan Etik dan Etika Konstitusi’,â€
tutup dia. (ry/ttm).