Jakarta, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengungkap DKPP menerima banyak aduan non tahapan. Aduan ini terkait dengan perilaku, etika, dan moral penyelenggara Pemilu.
Demikian disampaikan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dalam Rapat Koordinasi Daerah Pelaksanaan Tahapan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2023 Lingkup KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Nusa Tenggara Timur pada Jumat (14/4/2023) malam.
“Selama ini aduan non tahapan ke DKPP cukup banyak, terutama terkait perilaku, etika, dan moral (penyelenggara Pemilu),” kata Raka Sandi.
Raka Sandi menambahkan standar perilaku, etika, maupun moral di setiap daerah berbeda-beda, namun secara universal mengandung prinsip-prinsip dasar yang sama, yaitu menyangkut aspek integritas dan profesionalisme penyelenggara Pemilu. Menghadapi ini, DKPP akan melihat fakta, dalil maupun argumentasi yang dibangun para pihak dalam persidangan.
Putusan DKPP terkait aduan non tahapan pun beragam. Jika terbukti secara sah dan meyakinkan maka DKPP akan menjatuhkan sanksi. Jenis sanksi disesuaikan dengan fakta persidangan. Sanksi itu beragam dan yang terberat adalah diberhentikan secara tetap sebagai penyelenggara Pemilu. Akan tetapi tidak sedikit penyelenggara Pemilu yang direhabilitasi karena tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku (KEPP) penyelenggara Pemilu.
Anggota KPU RI tahun 2020-2022 ini menegaskan setidaknya ada dua alasan kenapa DKPP menerima aduan, kemudian melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman penyelenggara Pemilu non tahapan.
Pertama adalah aduan tersebut memenuhi syarat, baik secara administrasi maupun materiil sesuai dengan pedoman beracara di DKPP. Alasan kedua adalah untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian terkait isu-isu soal etika dan perilaku penyelenggara Pemilu yang diadukan ke DKPP, yang berpotensi menjadi polemik di tengah masyarakat.
“Hal ini untuk mendapatkan kepastian terkait permasalahan etika dan perilaku penyelenggara Pemilu. Supaya menjadi jelas dan terang setelah diperiksa perkaranya dan diharapkan tidak menjadi perdebatan atau polemik di tengah masyarakat,” pungkasnya.
Dalam kesempatan ini, Raka Sandi membeberkan prinsip yang paling banyak dilanggar sehingga dilaporkan DKPP adalah terkait profesionalitas penyelenggara Pemilu dengan 2.362 perkara dari 12 Juni 2017 sampai dengan 12 Oktober 2022.
Prinsip kedua yang paling banyak dilanggar adalah berkepastian hukum (674 perkara) dalam periode yang sama. Ketiga adalah prinsip mandiri dengan 227 perkara. [Humas DKPP]