Jakarta, DKPP – Sidang perdana untuk perkara Kabupaten Boven Digoel, Papua, digelar hari ini (Senin, 13/1) di ruang sidang DKPP, Jakarta. Dalam sidang kali ini Pengadu menyampaikan pokok pengaduannya yang langsung dijawab oleh para Teradu. Pengadu dalam perkara ini adalah Yoseph Wanan yang merupakan Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten Boven Digoel.
Sedangkan Teradu adalah Ketua KPU Povinsi Papua Adam Arisoy, Ketua Divisi Teknis KPU Papua Beatrix Wanane, dan Ketua Divisi Hukum KPU Papua Tarwinto, serta Ketua Bawaslu Papua Robert Y horik dan Fegie Y Wattimena. Panel Majelis DKPP adalah Anna Erliyana (Ketua) didampingi dua Anggota, yaitu Saut Hamonangan Sirait dan Ida Budhiati.
Pada pokoknya, Pengadu menduga para Teradu khususnya dari KPU, telah melanggar kode etik penyelenggara Pemilu karena dinilai telah menghilangkan Daftar Calon Legislatif Sementara (DCS) dalam penetapan Daftar Calon Legislatif Tetap (DCT) dari Partai Hanura. “Kami menyayangkan DCT yang ditetapkan oleh KPU Provinsi Papua tidak didasarkan pada DCS. Kami menduga ada intervensi dari pihak lain, dan ada indikasi permainan uang,” kata Yoseph.
Tuduhan Pengadu itu ditolak oleh Teradu dari KPU Tarwinto. Menurutnya, semua yang dilakukan KPU Papua sudah berdasarkan kondisi yang ada. Kepengurusan DPC Hanura Boven Digoel, kata Tarwinto, ada dualisme. DCT yang ditetapkan adalah DCT yang diajukan oleh pengurus yang sah. “Jadi pengadu ini tidak memiliki legal standing dalam perkara ini, karena kepengurusannya sudah tidak sah,” terang Tarwinto.
Penetapan DCT di Boven Digoel terpaksa dilakukan oleh KPU Provinsi Papua, karena saat itu KPU Kabupaten Boven Digoel sudah habis masa baktinya. Tarwinto tidak membantah jika pada awalnya KPU Boven Digoel menerima DCS versi Yoseph dan menyimpan versi pengurus lain. Tapi setelah SK kepengurusan Yoseph dicabut, KPU menganulir DCS versi Yoseph tersebut dan diganti dengan versi pengurus lain yang didasarkan dari DCS Hasil Perubahan (DCSHP).
“Ini juga aneh Yang Mulia, proses DCSHP juga tidak pernah diumumkan ke publik,” kata Yoseph.
Untuk Teradu dari Bawaslu, Pengadu menilai Bawaslu Provinsi Papua tidak tegas menangani perkara ini. Seperti diakui Robert Horik, perkara ini telah dibahas dalam sidang mediasi oleh Bawaslu Papua yang dihadiri oleh Pengadu, Teradu, dan Pihak Terkait dari DPD Hanura Papua. Sidang mediasi yang dilakukan tiga kali melahirkan keputusan bahwa tidak dicapai kesepakatan. “Hasil seperti itu telah sesuai dengan permintaan Pengadu. Itu proses yang pernah ditempuh. Tidak pernah ada proses sidang sengketa (ajudikasi),” ungkap Robert. (as)