Jakarta, DKPP- Sidang aduan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Maluku memasuki babak kedua. Sidang yang digelar oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di ruang sidang DKPP, Jakarta, pada Kamis (13/6) dengan agenda Pemeriksaan Bukti dan Saksi yang Diajukan.
Majelis Sidang diketuai oleh Nur Hidayat Sardini didampingi Anggota Majelis Saut H Sirait dan Valina Singka Subekti. Pihak Pengadu adalah Adam Latuconsina yang merupakan calon perseorangan dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Provinsi Maluku yang dinyatakan tidak lolos tahap verifikasi oleh KPU Provinsi Maluku. Sementara itu, dari pihak Teradu adalah Ketua KPU Provinsi Maluku Jusuf Idrus Tatuhey dan Anggotanya.
Sebelumnya, dalam pokok aduan yang pernah disampaikan, Pengadu merasa hak konstitusionalnya dilanggar oleh Teradu. Teradu diduga tidak profesional dalam proses verifikasi data dukungan, sehingga jumlah dukungan terhadap Pengadu tidak mencapai persyaratan untuk maju sebagai calon perseorangan. Pada sidang kedua ini Pengadu melalui Saksi menunjukkan contoh bukti-bukti pengurangan dukungan mulai dari tingkat PPS sampai KPU Provinsi.
“Misalnya dari jumlah 7 desa, pendukung kami 32.317 orang, yang sah menurut PPS 8.697 orang, oleh PPK 3.221 orang, dan sampai di tingkat KPU Provinsi menjadi 2.583 orang. Yang menjadi pertanyaan kami, sesuai aturan harus ada Berita Acara untuk dukungan yang hilang-hilang tadi. Namun sampai saat ini hal itu tidak ada,” ujar seorang saksi dari simpatisan Adam Latuconsina.
Menurut Teradu Jusuf Idrus, apa yang disampaikan Pengadu tentang data-data tersebut adalah hasil dari verifikasi faktual tahap pertama. Sedangkan yang ditetapkan di KPU Provinsi adalah hasil verifikasi tahap kedua. Teradu juga mempertanyakan tentang identitas pendukung yang dipakai hampir semua memakai keterangan domisili.
“Ini agak aneh, kenapa yang dipakai keterangan domisili, padahal hampir 80 persen pemilih sudah memiliki KTP, bahkan E-KTP. Dan penomorannya pun sama, memakai awalan nomor 19,” tanya Jusuf Idrus.
Tentang identitas domisili, para Pengadu tidak membantah karena itu tidak melanggar peraturan. Mereka justru mempertanyakan tidak maksimalnya informasi soal penjadwalan dan verifikasi dari KPU provinsi karena hanya via telepon.
“Seharusnya, KPU sebagai lembaga resmi negara melakukan komunikasi dengan surat-menyurat, bukan hanya per telepon,” ujar Adam Latuconsina.
Di akhir sidang, baik Pengadu maupun Teradu menyerahkan bukti-bukti yang mereka miliki untuk selanjutnya dinilai oleh Panel Anggota DKPP. [AS]