*** Merasa Difitnah, Teradu Akan Laporkan ke Polisi
Jakarta, DKPP – Sidang kedua kode etik KPU Kabupaten Utara melebar ke dugaan permintaan uang yang dilakukan Teradu kepada Pengadu, Selasa (27/08). Hal tersebut ketika empat saksi dari pihak Pengadu menyampaikan pengakuannya dalam persidangan. Mereka diantaranya dr Djohari Thalib, ketua timses Riza-Ruslan dan Marjuli yang juga timses Riza-Ruslan serta Krisna, pengurus partai pendukung. Hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua Panwas, Johansyah Mega dan Zainal Bahtiar.
Pihak pengadu, Agung Mattauch dan Arif Abdi Harahap selaku kuasa hukum dari prinsipal Riza – Ruslan. Sedangkan Teradu, ketua dan anggota KPU Lampung Utara H Marthon, M Tio Aliansyah, Juliza Aniwa, Suheri dan Romy Rusdi.
Dr Johari Thalib menyampaikan pada saat melakukan pendaftaran di KPU, anggota KPU Lampura atas nama Suheri meminta uang kepada timses Riza-Ruslan sebesar Rp 20 juta. Pada tanggal 16 Juni, Suheri kembali meminta uang lagi sebesar Rp 50 juta. Alasannya, uang itu untuk kepentingan verifikasi partai.
“Uang itu diserahkan Marjuli di ruang kerja saya di Rumah Sakit Handayani. Uang itu dibungkus koran sebesar 50 juta yang langsung dimasukan ke dalam tasnya saudara Suheri,” jelasnya.
Tambah dia, pada waktu pemeriksaan kesehatan di rumah sakit jiwa, Tio Aliansyah meminta uang sebesar Rp 2 juta kepada Ruslan. Namun karena yang ada di dompetnya Ruslan hanya Rp 1,5 juta jadi yang diberikan hanya 750 ribu. “Uang dibagi dua. 750 ribu untuk saudara Tio dan sisanya untuk ongkos pulang saudara Ruslan,” ungkapnya diamini para saksi yang lain.
Sementara itu, M Tio Aliansyah membantah apa yang disampaikan oleh Djauhari Thalib dan tiga saksi lainnya. Menurut dia, para saksi itu terlalu mengada-ngada. “Pada tahun 2008 saudara Djauhari ini sebelumnya mencalonkan sebagai calon bupati Lampura, namun tidak terpilih. Sehingga beliau ini selalu menjelek-jelekan KPU. Bahkan, dia sering menyebutkan bahwa para komisioner KPU akan dipenjara. Namun alhamdulillah, Allah berkendak lain. Yang terjadi malah sebaliknya. Justru Beliau ini menjadi terpidana pada tahun 2009 atas kasus korupsi dan baru saja bebas,” ungkapnya.
Suheri pun bersumpah bahwa dirinya tidak menerima uang sebagaimana yang disangkakan oleh saksi. Katanya, sebagaimana poin yang disangkakan Pengadu kepada DKPP bahwa pada tanggal 6 Juni dia menerima uang sebesar Rp 20 juta pukul 08.00. Dan pada 16 Juni menerima uang sekitar pukul 11 sebesar Rp 50 juta.
“Padahal pada tanggal 6 Juni saya berangkat pukul 7.00 ke Bandar Lampung menghadiri acara DKPP. Saya buktikan ini ada surat undangnnya, termasuk SPT (surat perintah tugas) dari ketua KPU. Sedangkan pelapor menyampaikan ada pertemuan pukul 08.00,” ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, pada tanggal 16 Juni dirinya seharian di rumahnya Juliza Aniwa dalam rangka menghadiri acara aqiqah. “Saya dari pagi hingga sore di rumah Ananda Juliza Aniwa. Ada foto-fotonya. Mana mungkin saya bisa ketemu dengan pelapor jam sebelas,” ujarnya.
Atas tuduhan itu, sambung Suheri, dia akan melaporkan para saksi kepada pihak berwajib. “Atas nama institusi saya akan melaporkan saudara Djauhari Talib kepada Polisi,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota majelis, Valina Singka Subekti yang ditujukan kepada Pengadu, bila memang ada dugaan suap sebaiknya bukan ke DKPP melainkan dilaporkan kepada pihak kepolisian. Nanti pihak berwajib yang akan memprosesnya. “DKPP hanya menyidang kode etik penyelenggara Pemilu,” tutup dia. (Rilis Humas)