Sejarah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bermula dari pembentukan Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK-KPU). Lembaga ini dibentuk berdasarkan UU 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. DK-KPU tersebut bersifat ad-hoc, dan merupakan bagian dari KPU.
DK-KPU dibentuk untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU dan anggota KPU Provinsi. Untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU Kabupaten/Kota, dibentuk DK-KPU Provinsi.
Tanggal 12 Juni 2012 DK KPU secara resmi berubah menjadi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu disingkat DKPP berdasarkan UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. DKPP menjadi bersifat tetap, struktur kelembagaannya lebih profesional, dan dengan tugas, fungsi, kewenangan menjangkau seluruh jajaran penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) beserta jajarannya dari pusat sampai tingkat kelurahan/desa. Anggota DKPP dipilih dari unsur masyarakat, profesional dalam bidang kepemiluan, ditetapkan bertugas per-5 tahun dengan masing-masing 1 (satu) perwakilan (ex officio) dari unsur anggota KPU dan Bawaslu aktif.
Pada tahun 2017, melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, DKPP dipandang penting dikuatkan kesekretariatannya. Jika pada UU No. 15 Tahun 2011, kesekretariatan DKPP dibantu oleh Sekjen Bawaslu. UU No. 7 Tahun 2017 mengamanatkan kesekretariatan DKPP dipimpin langsung oleh seorang Sekretaris. Perintah tambahan lain di antarannya tentang Tim Pemeriksa Daerah (TPD), yang sebelumnya hanya dibentuk berdasarkan peraturan DKPP menjadi diamanatkan undang-undang meski bersifat ad hoc. TPD berfungsi sebagai hakim di daerah guna membantu dan/atau menjadi hakim pendamping anggota DKPP dalam melakukan pemeriksaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di daerah.
Sampai pada tahun keenam, DKPP telah dinahkodai 2 periode keanggotaan;
Pertama, periode 2012 – 2017 dengan ketua merangkap anggota Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H., beserta Dr. Nur Hidayat Sardini, S.Sos., M.Si., Pdt. Saut Hamonangan Sirait MT., Dr. Dra. Valina Singka, M.Si., dan Prof. Dr. Anna Erliyana, S.H., M.H., yang menggantikan Prof. Dr. Abdul Bari Azed, S.H., M.H., karena mengundurkan diri tahun 2013, Ida Budhiati, S.H., M.H. (unsur KPU) dan Endang Wihdatiningtyas, S.H., yang pada Desember 2014 menggantikan Nelson Simanjuntak, S.H., (unsur Bawaslu).
Kedua, periode 2017 – 2022, ketua merangkap anggata Dr. Harjono, S.H., M.CL., dengan anggota lain; Prof. Dr. Muhammad, S.IP., M.Si., Ida Budhiati, S.H., M.H., Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H., M.Si., Dr. Alfitra Salaam, APU., Hasyim Asy’ari., S.H., M.Si., Ph.D., (unsur KPU), dan Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H., (unsur Bawaslu) yang menjalani masa tugas satu tahun (12 Juni 2017 – 12 Juni 2018), selanjutnya digantikan oleh anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, SH, LL.M Ph.D.