Jakarta, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Dr. Alfitra Salamm mengapresiasi KPU dan Bawaslu se-Indonesia yang disebutnya semakin tertib dalam menyelenggarakan tahapan pemilu di tanah air.
Menurutnya, DKPP memiliki andil dalam ketertiban tahapan yang dilaksanakan oleh KPU dan Bawaslu.
Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam kegiatan webinar yang diselenggarakan oleh Jaringan Pengawas Partisipatif Provinsi Riau (JP3R) bersama Bawaslu Provinsi Riau, Rabu (30/3/2021).
“Sejak DKPP ada, Bawaslu tertib, KPU semakin tertib,” kata Alfitra.
Alfitra mengemukakan, ketertiban ini makin tampak dari statistik penyelenggara pemilu yang tidak terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).
Berdasar data DKPP, presentase penyelenggara pemilu yang mendapatkan Rehabilitasi atau dipulihkan nama baiknya oleh DKPP cenderung naik dalam empat tahun terakhir.
Pada tahun 2018, terdapat 39,2 persen dari seluruh Teradu yang diperiksa DKPP dipulihkan nama baiknya oleh DKPP. Angka ini naik pada 2019 menjadi 53,72 persen dan 56,64 persen pada 2020.
Tren positif ini pun masih terjadi pada 2021 dengan 62,71 persen Teradu mendapatkan Rehabilitasi.
Secara keseluruhan, 52,8 persen Teradu mendapatkan Rehabilitasi sejak DKPP berdiri pada 2012.
“Jadi lebih tinggal 47,2 persen yang masih timbul persoalan,” terangnya.
Meskipun demikian, Alfitra mengungkapkan kekhawatirannya terhadap penyelenggara pemilu tingkat ad hoc. Ia berkaca pada ratusan korban jiwa dari penyelenggara pemilu tingkat ad hoc usai proses pemungutan suara.
Alfitra menegaskan bahwa hal ini tidak boleh terulang kembali dalam pelaksanaan pemilu yang akan datang. Oleh sebab itu, ia pun mengusulkan agar KPU dan Bawaslu mengisi lembaga tingkat ad hoc dengan tenaga muda.
Dengan padatnya tahapan pemilu, lanjutnya, sebaiknya KPU dan Bawaslu tidak memilih orang tua untuk duduk di lembaga penyelenggara tingkat kecamatan, kelurahan hingga TPS.
“KPU dan Bawaslu dapat bekerja sama dengan Ditjen Dikti mengadakan semacam magang pemilu dengan menjadikan mahasiswa sebagai penyelenggara pemilu tingkat ad hoc,” usulnya.
Alfitra menambahkan, proses rekruitmen penyelenggara pemilu tingkat ad hoc yang berintegritas dan berkualitas sangatlah penting untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas.
Sebab, banyak pelanggaran pemilu, baik dalam ranah etik atau ranah lainnya, justru yang dilakukan penyelenggara pemilu ad hoc. Padahal, kata Alfitra, penyelenggara pemilu ad hoc sangat penting adalah ujung tombak dalam semua pelaksanaan tahapan pemilu.
Ia pun berharap agar KPU dan Bawaslu sangat memperhatikan proses rekruitmen penyelenggara tingkat ad hoc untuk penyelenggaraan Pemilu serentak 2024.
“Jangan sampai ada ad hoc yang bagian dari partai politik, bagian Caleg, atau bagian dari penguasa,” tegas Alfitra.
Lebih lanjut, Alfitra juga menekankan dilaksanakannya langkah preventif untuk mengurangi pelanggaran KEPP. Langkah preventif ini, katanya, dapat dilakukan KPU dan Bawaslu dengan menyediakan buku saku tentang KEPP kepada seluruh jajarannya.
Dengan demikian, ia berharap KPU dan Bawaslu memiliki kesadaran untuk menghindari sekecil apa pun pelanggaran KEPP demi mewujudkan pemilu yang berintegritas.
“Semua harus ke sana arahnya,” tutup Alfitra. [Humas DKPP]