Jakarta, DKPP- Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP), Jumat (1/4), melanjutkan sidang etik perkara dari Provinsi
Kalimantan Barat. Teradu adalah jajaran KPU dan Panwaslu Kabupaten Kapuas Hulu
serta komisoner KPU dan Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat. Ini adalah sidang kali
kedua, setelah sidang pertama yang digelar pada 25 Februari 2016. Pengadu
adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati Kapuas Hulu dalam Pemilukada 2015
Fransiskus dan Andi Aswad, yang dalam perkara ini dikuasakan kepada Agustinus
Ding dkk.
Baik Pengadu maupun Teradu hari ini banyak menyodorkan
bukti-bukti yang belum sempat diajukan pada sidang pertama. Kedua pihak juga
menghadirkan saksi-saksi untuk memperkuat dalil-dalil mereka. Pengadu
sebenarnya hendak menghadirkan kurang lebih 15 saksi, akan tetapi berdasarkan
prioritas akhirnya dipilih tujuh saksi yang kemudian diambil sumpahnya.
Sementara Teradu hanya mengadirkan satu saksi, yakni mantan Ketua KPID
Kalimantan Barat Faishal Riza.
Secara garis besar ada sembilan pokok materi pengaduan
yang diajukan Pengadu. Di antaranya adalah berkaitan dengan pembiaran adanya
isu SARA, adanya kotak suara terbuka sebelum rapat pleno, dan pembiaran
keterlibatan aparat sipil negara (ASN) dalam kampanye salah satu pasangan calon.
Saksi dari Pengadu bernama M Dahar memberi keterangan bahwa pada saat pleno
rekapitulasi tingkat kabupaten, dia melihat ada kotak suara yang sudah dibuka
sebelum pleno dimulai. Dia kemudian memberitahukan kepada Anggota Panwaslu
Kapuas Hulu Sabni.
“Saat mau rekap saya lihat ada segel sudah dibuka. Kata
Panwas Sabni, itu bukan dibuka tapi terbuka. Kemudian soal isu SARA, di tempat
kami banyak beredar selebaran berisi surat Ali Imron,†ujar Dahar.
Sidang ini sempat diwarnai penolakan oleh Ketua Majelis
Dr. Nur Hidayat Sardini atas keterangan dari tiga saksi Pengadu. Masalahnya,
ketiga saksi tersebut yaitu Alus, Hamidi, dan Lilis adalah mantan penyelenggara
Pemilu tingkat kecamatan sampai TPS. Menurutnya, tidak etis pihak yang
seharusnya menjadi anak buah para Teradu justru bersaksi di sidang etik dengan
mendukung pihak Pengadu.
“Ini peradilan etika. Tidak etis kami mendengarkan anak
buah Teradu tapi justru untuk menembak Teradu. Ibaratnya, mereka itu pernah
makan minum bareng. Tidak etis lah, itu prinsip kami. Kita drop saja yang tiga
ini, apalagi kaitannya dengan tahapan,†tegas Nur Hidayat Sardini.
Soal keterlibatan ASN, kesaksiannya diberikan oleh Andreas
Wisnu Kuncoro. Andreas yang merupakan saksi saat pleno di PPK melihat camat
Jongkong berkampanye ke desa-desa untuk paslon nomor 1 yang merupakan incumbent dan menolak kampanye paslon
nomor 2 di wilayahnya. Andreas mengaku sudah melapor ke pengawas lapangan (PPL)
tetapi tidak ditanggapi.
“Bukan hanya tidak ditanggapi, saya melihat sendiri PPL
justru ikut menyebar selebaran kampanye nomor 1 di Jongkong. Saya heran masa
Pak Seno (Ketua Panwas Kapuas Hulu) tidak tahu,†kata Andreas.
Materi pengaduan tentang isu Suku, Adat, Ras, dan Agama
(SARA) adalah karena adanya video kampanye oleh salah satu paslon yang
menggunakan terminologi “Cinaâ€. Bagi Pengadu, penggunaan kata Cina adalah
rasis. Seharusnya yang dipakai adalah kata Tionghoa. Soal tuduhan ini, semua
Teradu tetap berpendirian pada jawaban mereka sebelumnya. Menurut mereka, kata
Cina tidak rasis. Mereka mengaku sudah berkoordinasi dan minta pendapat kepada
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Barat.
Pengakuan Teradu dibenarkan oleh mantan Ketua KPID Kalbar
Faishal Riza. Faishal dihadirkan sebagai saksi oleh Teradu. Menurutnya, sebelum
penayangan video tersebut, KPU Kapuas Hulu sudah berkoordinasi dengan KPID.
Bagi KPID penyebutan Cina tidak pernah diatur apakah itu termasuk kategori SARA
atau tidak.
“Istilah Cina atau Tionghoa tidak pernah diatur. Menurut
kami itu bukan SARA, tidak ada unsur mendiskreditkan,†terang Faishal.
Sidang ini dilaksanakan di ruang sidang DKPP, Jakarta.
Ketua Majelis Sidang Dr. Nur Hidayat Sardini didampingi tiga Anggota Majelis yaitu
Prof Anna Erliyana, Saut Hamonagan Sirait, dan Ida Budhiati. Para pihak dari
Pengadu, Teradu, dan Saksi hadir langsung di ruang sidang. Hanya, para Teradu
yang dari jajaran penyelenggara Pemilu tingkat kecamatan, desa/kelurahan, dan
TPS yang tidak dapat hadir. Sebagai penyelenggara ad hoc, mereka pada hari ini
telah habis masa jabatannya. (Arif Syarwani)