Jakarta, DKPP – Politik uang menjadi salah satu ancaman serius Pemilu serentak tahun 2024 mendatang. Politik uang tidak lagi antara peserta dan pemilih, tetapi merambah ke penyelenggara pemilu.
Hal tersebut disampaikan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Dewi Pettalolo, saat menjadi narasumber dalam webinar Politik Uang: Potensi, Pencegahan, dan Penindakan pada Kamis (9/2/2023).
“Politik uang kini merambah sampai pada penyelenggara Pemilu. Ini menjadi hal yang penting bagaimana melakukan pencegahan, penindakan, dan pemberian sanksi,” ungkap Ratna Dewi Pettalolo.
DKPP memiliki peran yang sangat besar dalam pencegahan politik uang di kalangan penyelenggara. Menurutnya, putusan DKPP memberikan efek jera kepada penyelenggara yang terlibat politik uang.
Sebagai contoh, DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Anggota KPU Kota Prabumulih dalam perkara 123-PKE-DKPP/III/2021 yang terbukti menerima uang dari salah satu calon Anggota Legislatif dengan menjanjikan sebanyak 20 ribu suara.
Pada perkara 65-PKE-DKPP/VI/2020, sambung Ratna Dewi, DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Anggota KPU Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang terbukti menerima uang dan menjanjikan perolehan suara bagi calon Anggota Legislatif.
“Putusan DKPP ini menjadi warning sekaligus edukasi bagi penyelenggara agar bertindak berhati-hati dan sesuai kode etik pedoma perilaku penyelenggara Pemilu,” ungkap Anggota Bawaslu RI periode 2017-2022 ini.
Tantangan lain Pemilu tahun 2024 adalah masyarakat telah menganggap lumrah politik uang. Mengutip hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2019, sebanyak 48% masyarakat beranggapan jika politik uang hal yang biasa.
“Ini merupakan tantangan besar bagi seluruh stakeholder di tanah air, bagaimana membuat regulasi yang jelas sebagai salah satu syarat Pemilu yang demokratis. Tentu saja di dalamnya menyangkut bagaimana penindakan dan sanksi bagi pelaku politik uang,” pungkasnya. [Humas DKPP]